Nama: Arke Steward
Maindoka.
Mata Kuliah: Eksegese
Naratif Perjanjian Lama.
Dosen : Pdt. Dr. S. E.
Abram.
Narasi Orang-Orang Gibeon dan Keluarga
Saul dalam II Samuel 21:1-14
1.
Membaca cermat II Samuel 21:1-14.
2.
Menguraikan Isi Perikop Secara Keseluruhan.
Nama Rizpa hanya disebutkan dua kali dalam kitab Perjanjian Lama, kitab
yang menguraikan tentang Rizpa, hanyalah kitab II Samuel. Itupun hanya dua
bagian yaitu II Samuel 3:7 dan 21:1-14. Dalam bagian keduapun Rizpa hanya
muncul dalam ayat 8-10. Pasal 21 merupakan bagian yang penting dalam sejarah
kehidupan seorang Rizpa. Bahkan mungkin dapat dikatakan bagian yang terpenting.
Dalam narasi ini juga dikisahkan tindakan yang otoriter dari raja yang masyur,
yaitu Daud. Narasi ini bermula ketika terjadi kelaparan yang beruntun di
Israel, sehingga Daud pergi menanyakan kepada Tuhan, alasan melapetaka itu
terjadi kepada bangsa Israel. Tuhan, menjawab pertanyaan Daud, dengan berfirman
kepadanya bahwa kepada Saul melekat hutang darah, atas orang-orang Gibeon.
Setelah Tuhan berfirman kepada Daud. Daud memanggil orang-orang Gibeon, dalam
narasi ini dijelaskan latar belakang orang Gibeon bahwa mereka tidak termasuk
orang Israel, hal itu sejelan dengan penjelasan dalam Yosua 9:1-27. Dalam
narasi ini diceritakan bahwa Saul berikhtiar akan membasmi orang-orang Gibeon,
untuk kepentingan politik yang ada di Israel dan Yehuda. Selanjutnya Daud
bertanya kepada orang-orang Gibeon, mengenai balasan yang setimpal dengan
perbuatan yang dilakukan oleh Saul, supaya orang-orang Gibeon memberkati milik
pusaka Tuhan. Orang-orang Gibeon menjawab pertanyaan dari Daud bahwa, urusan
mereka dengan Saul bukanlah masalah harta dan juga bukan untuk membunuh seseorang
di antara orang Israel.
Orang Gibeon meminta kepada Daud supaya masalah antara mereka dengan
keluarga Saul diselesaikan maka, atas permintaan orang Gibeon anak-anak Saul
diserahkan kepada mereka untuk dibunuh, dibukit Tuhan di Gibeon. Syarat yang diajukan oleh orang-orang Gibeon
langsung disetujui oleh Daud, yang adalah pemegang otoritas tertinggi
pemerintahan saat itu. Namun dari sini timbul dilema yang sangat mendalam
kepada Daud, sebab dia tidak mungkin menyerahkan Mefiboset anak Yonatan kepada
mereka, dikarenakan dia juga terikat sumpah di hadapan Tuhan dengan Yonatan.
Sebagai pilihan yang terakhir maka diambilah anak-anak Rizpa yaitu Armoni dan
Mefiboset. Rizpa adalah gundik dari raja Saul, ayah Rizpa bernama Aya. Karena
anak Rizpa hanya dua orang, maka Daud juga mengambil anak-anak Merab, Merab
adalah anak Saul, Merab menikah dengan Adriel yang adalah orang Mehola. Anak
Rizpa berjumlah 2 orang yaitu Armoni dan Mefiboset sedangkan, anak-anak Merab
anak Saul berjumlah 5 orang, sebab dalam ayat 9 diceritakan bahwa yang tewas
saat itu berjumlah 7 orang, di mana mereka tewas secara bersamaan. Dalam narasi
ini diuraikan bahwa kejadian saat itu terjadi di awal musim menuai jelai.
Dalamnarasi ini terselip sosok Rizpa yang berusaha menjaga mayat
anak-anaknya dan kelima anak Merab, dari burung-burung pemakan bangkai dan
binatang-binatang liar yang berkeliaran di malam hari. Usaha Rizpa diawali
dengan mengambil kain karung untuknya. Usaha dari Rizpa dalam menjaga
mayat-mayat itu, telah sampai di telinga raja Daud, maka Daud berinisiatif
untuk mengambil tulang-tulang dari Saul dan Yonatan yang telah dicuri oleh
orang-orang Yabesy-Gilead di tanah lapang Bet-San, tempat orang Filistin
menggantung mereka.Hal itu sejalan dengan 1 Samuel 31:1-13. Daud mengumpulkan
tulang-tulang mereka, lalu dikuburkan secara bersama-sama di tanah Benyamin,
lebih tepatnya di daerah Zela di dalam kubur Kisy yang adalah ayah Saul (1 Taw
9:39). Akhirnya, Tuhan memberikan jawaban atas masalah yang dihadapi, yaitu memberikan
hujan, sebab musim kelaparan sudah berlangsung selama tiga tahun
berturut-turut.
3. Komponen-Komponen Dan
Seni Dalam Narasi Orang-Orang Gibeon dan Keluarga Saul (II Samuel 21:1-14)
Dalam menguraikan struktur narasi ada 3 (tiga) bagian yang harus diperhatikan,
agar narasi ini dapat teratur sesuai babak yang ada dalam narasi ini,
strukturnya adalah sebagai berikut:
3.1
Pendahuluan.
Bagian pendahuluan dalam narasi ini terbentang cukup relatif pendek, yaitu
ayat 1 dan 2. Walaupun realtif pendek, namun bagian pendahuluan ayat 1 dan 2
cukup memberikan introduksi yang jelas kepada para pembaca. Bagian yang
mengawali narasi adalah kebiasaan yang ada dalam narasi-narasi di Perjanjian
Lama, yaitu kelaparan Kejadian 12:10, 26:1, Keluaran 41:54-56, Rut 1:1. Kelaparan
itu terjadi selama 3 tahun. Kelaparan
sering kali dipandang sebagai hukuman Tuhan, oleh bangsa Israel. Di Timur
Tengah kelaparan terjadi disebabkan oleh beberapa faktor alam yaitu curah hujan
yang sangat kurang, kekeringan, penyakit dan hama.[1]Kepercayaan orang Israel
mengari bawahi ketika terjadi musiba maka, pastilah ada kesalahan yang
dilakukan oleh umat Tuhan, sehingga terjadi musibah danhukuman Tuhan
sepertiyang dikisahkan dalam narasi ini.Ketika hujan turun,orang Israel
memahami bahwa itu merupakan pengampunan dan berkat-berkat yang khusus dari
Tuhan.[2] Dari situ ada pemahaman
bahwa kesalahan dan dosa dari umat Israel telah dihapuskan. Menurut para
penafsir Perjanjian Lama bahwa kejadian ini terjadi pada awal masa pemerintahan
raja Daud, sebelum Mefiboset anak Yonatan tinggal di dalam kerajaan.[3] Namun para penafsir tidak
dapat menentukan lebih spesifik kapan hal itu terjadi. Bahkan ada kecenderungan
bahwa pasal ini merupakan tambahan di kemudian hari, di mana pasal ini
disisipkan dalam rangkaian cerita raja Daud, untuk menunjukkan kesalahan dan keteledoran
dari Daud yang berujung pada pemulihan dan pertolongan Tuhan dalam kehidupan
Daud.[4]
Selanjutnnya dalam narasi ini diceritakan bahwa bangsa Israel berada dalam
kehidupan yang paceklik, sehingga Daud yang adalah raja atas Israel mempunyai
kewajiban untuk mencarikan jalan keluar atas masalah yang dihadapi saat itu.
Daud yang adalah raja yang takut akan Tuhan, pergi mencari jawaban atas masalah
yang dihadapi oleh Israel kepada Tuhan. Dalam bagian ini diceritakan Daud
“pergi”........ kata pergi yang ada di
dalam bagian ini, hendak menjelaskan bahwa Daud pergi di suatu tempat, di mana
Daud dapat berkonsultasi denga Tuhan, biasanya tempat-tempat seperti itu berada
di tempat-tempat yang tinggi (dalam bahasa Ibrani bama), dalam masa raja-raja “tempat tinggi” atau “bukit
pengorbanan” berada di Gibeon.[5] Bahkan diceritakan bahwa
Daud dan Samuel selalu pergi ke tempat itu untuk memberikan korban persembahan
kepada Tuhan.[6]Narator dalam Alkitab BIS
memberikan petunjuk tentang latar belakang terjadinya bala kelaparn itu, ialah
karena Saul telah membunuh orang-orang Gibeon, dalam bahasa Alkitab TB antara
Saul dan orang-orang Gibeon melekat “hutang darah”.Tradisi Perjanjian Lama
memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini seperti yang terdapat dalam
Keluaran 21:24, Im 24:20, Ul 19:21. Dalam ketiga bagian ini dijelaskan bahwa
“mata ganti mata, nyawa ganti nyawa”, sehingga kalau dikatakan dalam narasi ini
Saul mempunyai hutang darah dengan orang-orang Gibeon maka, hal yang seperti di
atas akan berlaku. Hal itu sejalan dengan apa jawaban orang Gideon dalam ayat
4.
Dalam narasi ini dijelaskan latar belakang orang Gibeon. Orang Gibeon
tidak mempunyai hubungan dengan bangsa Israel, dalam narasi ini dijelaskan
bahwa orang-orang Gibeon sebenarnya sisa dari bangsa Amori. Orang Amori dalam
Kejadian 10:16 ceritakan sebagai sebagai penduduk asli tanah Kanaan. Gibeon ini
adalah salah satu kota besar yang disamakan
dengan Yerikoh dan Ai, penduduk yang tinggal di kota Gibeon adalah orang Hewi
(Yos 9:17). Gibeon ini mendapat perlakuan yang khusus dari bangsa Israel, sebab
antara orang-orang Gibeon dan bangsa Israel melekat sumpah dihadapan Tuhan
seperti yang diceritakan dalam Yosua 9:1-17. Dari situ orang-orang Gibeon
menjadi bagian dari bangsa Israel sebagai penimba air dan pembelah kayu bagi
bangsa Israel, bahkan dalam penjelasan lain orang Gibeon diberikan kepada suku
Benyamin namun dalam perkembangan selanjutnya mereka dikhususkan bagi orang Lewi.[7]Dalam narasi ini digarsi
bawahi kata sumpah. Kata sumpah mempunyai arti yang sangat dalam. Di mana
sumpah ialah ucapan yang memanggil Allah menjadi saksi atas perjanjian atau
perbuatan, bahkan sumpah selalu diidentikan dengan kutuk, kalau-kalau sumpah
itu tidak dilaksanakan.[8] Hal itulah yang terjadi
kepada Saul di mana dia melanggar sumpah itu, karena Saul berikhtiar[9] akan membasmi orang-orang
Gibeon. Berdasarkan narasi ini Saul mungkin mempunyai kehendak, untuk
memurnikan kembali bangsa Israel dari bangsa-bangsa yang bukan asli bangsa
Israel. Namun di sini Saul lupa bahwa orang Gibeon memegang sumpah. Sehingga
dari peristiwa ini narator mengajak para pembaca untuk masuk ke dalam klimaks
cerita ini. Melalui bagian pembukaan atau pendahuluan para pembaca dibuat oleh
narator menjadi penasaran dalam melihat adegan atau kejadian selanjutnya.
3.2. Perkembangan.
Bagian perkembangan dalam narasi terbentang dari ayat 3-10. Bagian
perkembangan diawali dengan perkataan Daud kepada orang-orang Gibeon. Sangat
jelas dalam narasi ini Daud bertanya kepada mereka, hal itu ditandai dengan
kata “apakah”. Kata tanya apakah ini hendak menjelaskan tentang pilihan atau
menegaskan informasi yang ingin diketahui. Berdasarkan hal itu Daud memberikan
kesempatan bagi orang-orang Gideon untuk menentukan apa yang mereka kehendaki,
untuk melunasi hutang darah dari Saul. Dalam cerita ini Daud menggunakan kata
“penebusan”. Kata ini mempunyai arti pembebasan dari sesuatu yang jahat dengan
pembayaran suatu harga.[10] Sehingga kalau hutang itu
sudah terbayarkan maka, bangsa dan tanah Israel yang diperandaikan dalam narasi
ini dengan sebutan “pusaka Tuhan” dapat ditebus dan kembali mendapatkan berkat
Tuhan. Kalau mau dicermati pertanyaan Daud kepada orang-orang Gibeon, seolah
berupa penawaran di mana Daud berharap agar permintaan orang-orang Gibeon
bukanlah nyawa, melainkan harta benda saja. Cerita ini terus menanjak ke bagian
klimaks, ternyata tawaran dari Daud tidak diterima oleh orang-orang Gibeon
seperti yang dicatat dalam ayat 4. Sekali lagi Daud kembali bertanya dengan mengunakan kata
tanya “apakah”. Daud berharap ada pilihan lain, yang akan diajukan oleh orang-orang
Gibeon, selain dari apa yang dipikirkan oleh Daud, makanya Daud terus bertanya
kepada mereka.
Hal itu berujung kepada jawaban orang Gibeon bahwa karena tindakan Saul,
orang-orang Gibeon tercerai-berai, bahkan mungkin tempat tinggal mereka telah
dihancurkan oleh Saul. Bahkan ada kemungkinan mereka diusir dari Israel dan
dibantai oleh pasukan raja Saul. Sehingga menurut orang-orang Gibeon, pelunasan
atas hutang itu ialah anak-anak laki-laki Saul harus dibunuh atau digantung
menurut naskah TB dan BIS. Jumlah yang dituntut oleh orang-orang Gibeon
tidaklah sedikit tetapi berjumlah 7 orang anak laki-laki. Hukuman gantung
berkaitan dengan upacara keagamaan.[11] Dalam bahasa Ibrani kata
menggantung adalah tala, kata ini
sejajar dengan kata menyalib yang dikenal kemudian di zaman Perjanjian Baru,
hukuman ini bersifat peringatan dan dalam melaksanakan hukuman ini ada
aturan-aturan yang harus diikuti secara ketat, di antaranya terdakwa harus
ditelanjang dan ketika telah mati harus dikuburkan sesegera mungkin.[12] Dalam narasi ini
dijelaskan tempat di mana hukuman itu akan dilangsungakan, itu semua
berdasarkan kehendak orang-orang Gibeon. Tempat yang mereka pilih ialah di
daerah mereka sendiri, di bukit Tuhan. Dalam BIS diceritakan bahwa hukuman itu
dilangsungan di daerah asal raja Saul, yaitu di Gibea (Gibea berada di Israel
Selatan, setelah kerajaan Israel terpecah dua). Mengenai ungkapan “dilangsungkan”
di hadapan Tuhan, sejalan dengan kata tempat di Gibea. Sebab di Gibea merupakan
tempat kultus saat itu, tempat di mana para raja membawa korban persembahan
kepada Tuhan.
Setelah orang-orang Gibeon mengajukan syarat demikian kepada raja Daud,
maka langsung saja disetujui oleh raja Daud, dengan berkata “aku akan menyerahkan
mereka” dari argumentasi raja Daud secara jelas dia menyetujui permintaan
orang-orang Gibeon, bahkan tanpa pertimbangan lagi. Tanpa Daud sadari
permintaan yang diajukan oleh orang-orang Gibeon adalah permintaan pembalasan
secara kafir, sebab mereka juga memiliki latar belakang bangsa yang kafir.[13] Ketika raja Daud setuju
dengan permintaan itu, ternyata raja
Daud telah melakukan kesalahan, bahwa dia tidak menanyakan kepada Tuhan,
bagaimana dia harus membayar hutang darah itu.[14] Hal itu sangat terasa
dalam narasi ini, Daud seolah melupakan Tuhan. Dia bertindak sesuai dengan
keinginan dan kehendak hatinya, padalah dalam bagian sebelumnya Daud sempat
berkonsultasi dengan Tuhan mengenai masalah kelaparan yang berkepanjangan,
namun kenyataan selanjutnya Daud lupa kepada Tuhan, yang pastinya akan
merencanakan Syalom bagi bangsa
Israel. Narasi ini semakin menunjukkan bagian klimaksnya, sebab Daud mengalami
dilema dengan komitmen yang telah dia buat dengan orang-orang Gibeon. Sebab dia
tidak mungkin memberikan Mefiboset anak Yonatan, yang adalah cucu dari Saul.
Dikarenakan Daud dan Yonatan terikat juga sumpah seperti yang terdapat dalam I
Samuel 18:1-5, Daud pantang mengingkari janji yang sudah dia ikat atau
ikrarkan, sehingga raja Daud berusaha mencarikan alternatif atas dilema yang
dia alami.
Narasi ini sedikit lagi akan mencapai klimaksnya, ayat 8 merupakan pintu
masuk yang dipakai oleh pencerita dalam narasi ini. Di dalam narasi ini
diperkenalkan beberapa tokoh yang baru, salah seorang yang menonjol ialah
Rizpa. Arti nama Rizpa ialah batu panas atau batu pijar, Rizpa adalah anak
perempuan Aya dan merupakan gundik dari raja Saul. Kehidupan dari Rizpa
sangatlah tidak mengenakan sebab setelah Saul mati Abner, mengambil Rizpa
baginya (II Sam 3:7), tindakan yang melatarbelakangi Abner bukanlah atas
perasaan sayang dan cinta, melainkan hanyalahuntuk mencari keuntungan pribadi
sebab pada saat itu ada tradisi kalau Abner mengambil Rizpa maka dia bisa
mengikuti jejak dari raja Saul sebagai pemegang takhta atas Israel.[15] Kehidupan Rizpa dalam
setiap narasi ternyata sangat menyedihkan, Rizpa tidak diberikan kesempatan
untuk mempergunakan kebebasannya, bahkan Rizpa selalu menjadi objek penderita
di mana Rizpa kerap kali hanya mendapatkan kerugian dan kemalangan. Apalagi Rizpa
hanyalah seorang gundik dari raja Saul. Pada zaman itu seorang gundik hanyalah
sebagai alat reproduksi anak.
Sehingga ketika mereka mempunyai anak, apalagi anak laki-laki kehidupan mereka
agak terjamin. Oleh sebab itu dalam perkembangan narasi selanjutnya Rizpalah
yang paling bersusah hati. Rizpa mempunyai dua orang anak Yaitu Armoni dan
Mefiboset. Selain Rizpa ada juga anak tertua Saul yang bernama Merab dia
mempunyai 5 orang anak, dari penikahan dengan Adriel orang Mehola. Sebenarnya
Merab akan dijodohkan dengan Daud, namun tidak tahu kenapa perjodohan itu
dibatalkan Merab tidak menikah dengan Daud, melainkan dia menikah dengan Adriel
orang Mehola.
Dalam narasi ini setelah diperkenalkan tokoh-tokoh yang baru, narasi ini
mencapai klimaksnya di mana anak-anak Merab dan Rizpa akan dikorbankan. Bagian
ini sangat janggal sebab sosok Rizpa dan Merab dibungkamkan dalam narasi ini,
eksistensi mereka dalam narasi ini dipasifkan, seolah mereka menerima apa yang
sudah dititahkan oleh raja. Sebenarnya teks ini membelengu kaum perempuan dan
tidak membebaskan, sebab dalam narasi ini sosok Rispa dan Merab tidak diekspos oleh narator dalam
cerita ini. Ketujuh orang itu diserahkan kepada orang-orang Gibeon untuk
dikorbankan di gunung Tuhan. Mereka dibawa di hadapan Tuhan supaya Tuhan
melihat sendiri bahwa hutang darah itu telah dilunasi, mereka digantung dan
tewas secara bersamaan.
Narator cerita ini memberikan bocoran bahwa peristiwa itu berlangsung pada
awal musim menuai, permulaan musim menuai jelai (TB), sedangkan dalam BIS
diceritakan bahwa hal itu terjadi pada saat akhir musim semi, dan awal musim
menuai jelai. Diperkirakan peristiwa itu terjadi pada bulan april.[16]Sebab pada saat itu musim
penuaian jelai lebih dahulu dilakukan sebelum menuai Gandum jaraknya sekitar
2-3 bulan kemudian. Kedua wanita ini merasakan kesedihan yang sama, di mana
semua anak mereka dibunuh secara bersamaan, memang toko Merab tidak diulas
dalam narasi ini, namun yang pasti Merab juga merasakan kesedihan, kemalangan
dan ketidakadilan seperti yang dirasakan oleh Rizpa. Namun kedua tokoh ini
mengungkapkan kesedihan mereka, dalam bentuk yang berbeda. Merab mungkin hanya
menangisi kemalangan yang dirasakan oleh anak-anaknya di rumah, namun Rizpa
mencoba meluapkan itu dalam cara yang berbeda (luar dari kebiasaan saat itu).
Rizpa mengambil kain karungdan dibentangkannyalah untuk dia. Kain karung
merupakan lambang dari perkabungan. Bahakn ada kecenderungan bahwa kain karung
itu digunakan Rizpa, untuk dirinya di saat dia tidur dan duduk di saat menjaga
mayat-mayat itu. M.C.B Frommel mengolongkan cerita tentang Rizpa ini dalam
kelompok“Cerita Celaka”sebab, tindakan-tindakan otoriter dari Saul dan
kelalaian dari Daud mengorbankan perasaan dari seorang ibu yang sangat
mencintai anak-anaknya, bahkan mungkin alasan ibu Barth mengolongkan cerita ini
ke dalam “Cerita Celaka”ialah, ada kecenderungan orang akan menggunakan bagian
ini untuk bertindak demikian. Kembali lagi bahwa cerita ini hendak disisipkan
dalam rangkaian cerita Daud hendak menunjukkan sisi kelam dari sosok raja Daud.
Namun lebih dari itu tindakan Rizpa yang berani ini membuahkan transformasi pada
saat itu.
Walaupun sosok Rizpa ini hanya
muncul sebentar, namun kemunculannya memberikan dampak yang sangat besar karena keberanian, kerelaan dan ketekunannya
melakukan hal-hal yang mengerikan. Rizpa menjaga mayat-mayat itu bukan hanya
sebentar tetapi selama beberapa bulan, dalam beberapa literatur secara senada
memberika rentang waktu mengenai berapa lama Rizpa menunggui mayat-mayat itu.
Dalam cerita ini diberikan penjelasan mengenai berapa lama Rizpa menjaga
mayat-mayat itu, dimulai dari musim menuai
jelai sampai hujan turun. Musim menuai itu sudah jelas di ayat yang sebelumnya
yaitu, menuai jelai pada awal bulan april, dua bulan kemudia musim menuai
gandum (sekitar bulan Juni-September) sehingga pada bulan Oktober-November hujan
turun (menurut tradisi hujan ini disebut hujan yang pertama). Ketekunan dan
kesetian Rizpa tidak hanya sampai di situ dia juga berusaha mengusir
hewan-hewan dan burung-burung yang hendak mendekati mayat-mayat itu. Ada
tradisi bahwa di Israel hidup burung-burung yang besar di antaranya burung
Nasar yang kepalanya gundul. Burung ini kesukaannya mengacak-acak bangkai
secara bersama-sama dan selanjutnya dimakan secara bersama-sama, di samping itu
di Timur Tengah hidup beruang yang berkeliaran di atas bukit-bukit. Belum lagi bau
busuk yang harus ditahan oleh Rizpa saat itu.Keberanian dan ketekunnya serta
kasih kepada akan-anaknya sangat besar dia tunjukkan. Walaupun ini
kedengarannya mengerikan, namun perasaan itu Rizpa buang jauh-jauh. Mungkin
Rizpa berpikir bahwa inilah tindakannya yang terakhir yang dapat dia berikan
kepada anak-anaknya. Pada bagian ini klimaks sudah mulamenurun di mana narator
mengajak kepada para pembaca untuk berpindah dalam adegan yang selanjutnya.
3.3. Penutup.
Bagian penutup dalam narasi ini terdiri dari 4 ayat yaitu ayat 11-14.
Sebenarnya tindakan yang dilakukan oleh Rizpa tidak akan terjadi sebab, kalau
saja mayat-mayat itu langsung diturunkan dan dikeremasi maka peristiwa ini
tidak akan terjadi. Bagian ini hendak menunjukkan kepada para pembaca bahwa dari
awal ketika Daud bertanya kepada orang-orang Gibeon mengenai pelunasan hutang
darah itu telah keliru, sampai pada bagian ini. Sebenarnya ada ketentuan bahwa
orang-orang yang mengalami hal itu harus langsung dikuburkan. Namun
kenyataannya berkata lain kurang lebih 6 bulan Rizpa harus berjuang dalam
ketekunan dan kesetiannya menjaga mayat-mayat itu. Namun kesalahan dari Daud
tidak diekspos dan diangkat kepermukaan oleh pencerita dalam cerita ini,
semuanya ditutup secara rapat. Bahkan dalam beberapa litertaur mengatakan bahwa
pasal 21-24 ditambahkan untuk menunjukkan sisi kelam dari raja Daud, namun pada
kenyataanya semua itu diburamkan.
Kata “ketika” menjadi bingkai waktu dalam narasi ini, yang hendak
menjelaskan waktu yang sangat pendek. Ketekunan, kesetiaan dan pengorbanan dari
Rizpa berbuah manis. Raja Daud tersentuh dengan itu sehingga Daud berinisiatif
untuk mengumpulkan tulang-tulang Saul dan Yonatan yang telah dicuri oleh orang
Yabesy-Gilead. Orang-orang Yabesy-Gilead melakukan tindakan itu sebab mereka
sayang kepada Saul, yang telah menyelamatkan mereka dari tangan orang Amon.
Sehingga ketika mayat Saul yang telah dipenggal orang Filistin dipakukan di
tembok Bet-Sen, orang-orang Yabesy-Gilead datang mencuri mayat Saul dan Yonatan
dari orang Filistin. Sebagai respon dari Daud atas tindakan Rizpa dia
mengumpulan tulang-tulang Saul, Yonatan dan tulang-tulang mereka. Untuk
dikuburkan secara layak di tanah Isarel, lebih tepatnya daerah asal Saul yaitu
tanah Benyamin. Semua tulang-tulang itu disatukan dengan Kisy yang adalah ayah
Saul. Tindakan dari Rizpa membawa transformasi saat itu pengorbanan dari Rizpa
membuahkan buah yang manis. Di mana Saul dan keluarganya dikuburkan secara
layak di tanah asal mereka. Sebab ada tradisi bahwa ketika seorang akan
meninggal,keinginan yang utamanya dia dikuburkan di daerah di mana orang itu
berasal.[17] Tuhan memakai Rizpa untuk
merealisasikan hal itu terhadap Saul dan keluarganya, Rizpa juga mendapat tugas
yang mulia yaitu memulihkan hubungan yang telah rusak antara keluarga Saul dan
Daud. Rizpa adalah seorang rekonsiliasi, walapun untuk mewujudkan itu bukanlah
perkara yang muda, banyak pengorbanan yang harus dia korbankan, Rizpa adalah
sosok yang transformatif dalam kehidupan keluarga Saul dan raja Daud.Narasi ini
memang menghadirkan akhir yang kurang bahagia, namun dalam narasi ini
menunjukkan bahwa kekuatan cinta sorang ibu mampu mengalahkan segala macam
masalah. Ada kesan bahwa bagian akhir Bagian
akhir dalam cerita ini seolah-olah Tuhan, mengiyakan hal itu namun sebenarnya
tidaklah demikian. Sebab Tuhan Allah Israel bukanlah seperti dewa-dewi yang
harus dibujuk baru memberikan berkat, Tuhan Allah Israel bertindak sesuai
dengan kehendaknya. Bahkan dalam bagian akhir, ketika mereka telah
menyelesaikan mengkremasi tulang-tulang itu, Tuhan menurunkan hujan atas
mereka. Bagian ini memberikan isyarat bahwa jalan yang telah dijalankan oleh
raja Daud atas penyelesaian hutang darah itu adalah keliru.[18]
3.4. Alur/Plot.
Jalan cerita dalam narasi ini termasuk dalam alur campuran sebab walaupun
cerita ini babak demi babak berjalan terus, namun kadang-kala narator kembali
di masa lalu untuk membuat benang merah dengan kejadian sekarang (ayat 2 dan
5). Narasi ini berawal dari kelaparan yang terjadi secara beruntun di Israel,
sehingga Daud yang adalah raja saat itu pergi kepada Tuhan dan bertanya
sebabnya. Jawaban Tuhan dalam firmannya, bahwa hal itu terjadi sebab kepada
Saul melekat hutang darah atas orang-orang Gibeon. Cerita ini kembali pada
zaman Yosua di mana ada kesepakatan antara Yosua dan orang-orang Gibeon di
hadapan Tuhan. Kesepakatan itulah yang telah dilanggar oleh Saul. Selanjutnya
dari alur mundur, jalan cerita dalam narasi ini kembali kepada tempat yang
semestinya di mana disaksikan terjadi perbincangan yang cukup serius antara
orang-orang Gibeon dan orang nomor satu di Israel saat itu. Akhirnya keputusan
akhir dalam perbincangan itu, orang-orang Gibeon meminta 7 orang anak laki-laki
dari Saul untuk dikorbankan. Hal itu tanpa pikir panjang langsung disetujui
oleh Daud, namun perasaan dilema menghantui Daud, dia tidak berani memberikan
Mefiboset anak Yonatan, cucu Saul kepada mereka sebab dia juga terikat janji
dengan Yonatan. Keputusan akhir mengambil anak Merab dan Rizpa untuk
dikorbankan. Banyak syarat yang kafir yang diajukan oleh orang-orang Gibeon,
namun anehnya syarat tersebut diterima oleh raja Daud. Akhirnya dalam
keberlangsungan narasi ini hukuman yang diminta oleh orang-orang Gibeon
dijalankan di daerah asal raja Saul. Hukuman itu dilangsungkan pada akhir musim
semi dan diawal musim menuai jelai. Ketujuh orang itu tewas secara bersamaan,
pastilah kedua wanita ini merasakan hal yang sangat memilukan, melihat anak
mereka dipersembahkan. Merab dan Rizpa merasakan kesedihan, namun perhatian
narator lebih ditujukan kepada Rizpa. Bukan berarti Merab juga tidak mersakan
kesedihan yang sama dengan Rizpa, namun mungkin cara pengungkapannyalah yang
berbeda.
Rizpa mengambil kain karung untuk dirinya selama dia menjaga mayat-mayat
itu dari binatang-binatang dan burung-burung. Perjuangan Rizpa sangatlah luar
biasa ketekunan, pengorbanan dan kesetiannya membuahkan hasil yang manis di
mana hati raja Daud tersentuh. Sehingga Daud mengumpulkan tulang-tulang Saul
dan Yonatan beserat ketujuh orang itu dibawa ke tempat kelahiran leluhur mereka
yaitu di tanah Benyamin. Bahkan Rizpa dipakai oleh Tuhan untuk memulihkan
hubungan antara keluarga Saul dan Daud yang telah mengelami kerengangaan. Pada
akhirnya Tuhan mengabulkan permintaan mereka dengan menurunkan hujan, namun hal
itu bukan berarti bahwa Tuhan menerima hal itu.
3.5. Penokohan/Karakter.
ü
Raja Daud : Karakter dari
raja Daud dalam narasi ini awalnya bijaksana sebab dia menanyakan kepada Tuhan
alasan hukuman itu terjadi yaitu kelaparan (ayat1). Bahkan raja Daud bersifat
aktif dan tidak pasif dia berusaha
berkonsultasi atau bercakap-cakap dengan orang Gibeon (ayat 3 dan 4). Dalam
perkembangan selanjutnya karakter bijaksana dari tokoh Daud mulai hilang, sebab
Tuhan sudah mulai dia lupakan, hal itu terbukti dalam ayat-ayat selanjutnya
tokoh Tuhan sudah tidak dimunculkan nanti pada bagian akhir. Pada bagian akhir
sikap pengasih dari Daud dimunculkan seperti yang terdapat dalam ayat 12. Sikap
pesimis ada juga dalam karakter Daud, sebenarnya Daud dapat menanyakan kepada
Tuhan bagaimana hutang darah itu dapat terselesaikan, namun pada kenyataanya
Daud tidak bertindak demikian.
ü
Tuhan : Karakter Tuhan
dalam narasi ini bersifat aktif, walaupun kemunculannya hanya ada di bagian
awal dan akhir dalam narasi ini, namun sosok Tuhan seolah juru kunci atas
masalah yang ada dalam narasi ini.
ü
Orang-orang Gideon :
Karakter dari orang Gibeon adalah tegas (ayat 2, 3, 5-6), selanjutnya
orang-orang Gibeon bersifat aktif dan tidak pasif di mana mereka, sendirilah
yang melakukan upacara pengorbanan di hadapa Tuhan (9). Pendendam sebab mereka
tetap menuntut darah dari tangan keluarga Saul.
ü
Rizpa : pemberani, tekun
dan setia. Ketiga karakter ini melekat erat pada pribadi Rizpa, di mana
karakter ini menjadi bekal baginya untuk mengadakan transformasi atas keluarga
Saul di mana mereka dikuburkan di tempat leluhur mereka.
ü
Merab : Pasif, dalam
narasi ini tokoh Merab dibungkan dan tidak ditonjolkan.
3.5. Konflik atau
Kontras.
Dalam narasi ini narator banyak mencantumkan konflik atau masalah dalam
narasi ini. Awalnya konflik yang dialami oleh seluruh bangsa Israel yaitu
kelaparan yang berkepanjangan selama 3 tahun berturut-turut. Ini adalah konflik
pemicu dalam narasi ini, sehingga Daud berkonsultasi dengan Tuhan, sehingga
Tuhan berfirman bahwa kepada Daud bahwa kepada Saul melekat hutang darah,
sehingga kelaparan ini terjadi. Dalam konflik ini tersirat makna bahwa hutang
darah itu harus diselesikan, tanpa berpikir panjang Daud langsung pergi ke pada
orang-orang Gibeon untuk berkomunikasi dengan mereka. Pada bagian ini Daud
melakukan kesalahan di mana dia telah melupakan Tuhan, bisa saja Tuhan
mempunyai alternatif dalam menyelesaikan hutang darah atas Saul. Hal itu tidak
diperhatikan oleh Daud. Sehingga hal itu berujung orang-orang Gibeon meminta
pelunasan hutang darah itu, berupa 7 orang anak laki-laki Saul. Tanpa berpikir
panjang Daud mengiyakan hal itu.
Dalam narasi ini ada beberapa konflik batin dihadirkan oleh narator yaitu dalam ayat 7. Di mana Daud menjadi
dilema ketika ia akan menyerahkan Mefiboset kepada orang-orang Gibeon,
sedangkan ayah Mefiboset dan Daud terikat janji di hadapat Tuhan. Mungkin dalam
pemikiran Daud siapakah yang pantas untuk diberikan kepada orang-orang Gibeon.
Akhirnya pilihan sudah dijatuhkan yaitu kepada anak-anak Merab anak tertua Saul
dan Gundik Saul yaitu Rizpa. Pasti ada alasan sampai Daud memilih mereka, kalau
mau diteliti dari rangkaian cerita ini Daud mungkin merasakan sakit hati kepada
Merab karena dia tidak bisa menikahinya I Samuel 17:17-21, dan Merab menikah
dengan Adriel orang Mehola. Sedangkan untuk Rizpa karena dia hanyalah gundik
maka dia dan anak-anaknya dipandang rendah oleh orang saat itu, sehingga tidak
akan ada orang yang akan memperdulikan dia. Mungkin itulah pertimbangan dari
raja Daud. Tanpa disadari inilah konflik utama dalam narasi ini. Di dalam
narasi ini seolah ada yang dikaburkan yaitu bagaimana perasaan seorang ibu,
melihat semua anaknya akan dikorbankan. Pasti akan ada pergumulan dan kontra
dalam hal itu, namun dalam narasi ini konflik itu ditutup rapat, serta tidak
diizinkan untuk diangkat kepermukaan. Dari konflik ini membawa para pembaca
kepada salah satu tokoh yang paling berperan dalam narasi ini yaitu Rizpa, sesuai
dengan namanya yaitu batu panas atau batu pijar semangatnya yang berupa
ketekunan, kesetiaan, keberanian dan pengorbanannya terus berkobar dan
mengebu-gebu di dalam hatinya sesuai dengan namanya. Perasaan itulah yang
menguatkan Rizpa sehingga membuat dia kuat dalam mengusir hewan-hewan dan
burung-burung yang liar. Hal itulah yang membuat raja Daud tergerak hatinya,
keberanian kesetaan dan ketekunan memberikan transformasi yang nyata dalam
narasi ini. Kalau tanpa Rizpa maka keturunan Saul tidak akan dikembalikan di
tanah leluhur mereka.
Ø Tempat : Ada berapa tempat yang ada dalam narasi ini yaitu
Israel (ayat 1) dan di Gibeon. Namun kalau mau lebih dipersempit lagi
tempat-tempat dalam narasi ini ialah di tempat tinggi atau dibukit-bukit tempat
Daud dan Saul melakukan pengorbanan kepada Tuhan tempat itu terletak di Gibeon.
Bahkan dalam ayat terakhir tanah Benyamin juga termasuk dalam later tempat
dalam narasi ini (14), bukit-bukit batu juga menjadi saksi bisu di mana Rizpa
dengan keberanian dan ketekunannya, berjuang demi anak-anaknya.
Ø Waktu : Bingkai waktu dalam narasi ini di mulai dari ayat 1
‘dalam zaman Daud....kelaparan selama 3 tahun’, selnjutnya waktu dalam narasi
ini ditunjukkan dalam ayat 9 “.....awal musim menuai, pada permulaan musim menuai”
bukan hnya itu banyak gambaran-gambaran waktu yang menghiasi narasi ini seperti
dalam ayat 10 “.......permulaan musim menuai sampai tercurah air dari
langit....”. kata “ketika ” dalam narasi ini turut menunjukkan waktu yang
pendek seperti yang terdapat dalam ayat 11.
Ø Suasana :Narator melukiskan suasan-suasan dalam narasi ini
cukup beragam pertama suasan yang kacaw sebab telah terjadi kelaparan yang
beruntun di Israel. Akhirnya suasan yang sedih dan mencekam berpusat pada
kemunculan dan usaha dari Rizpa. Di mana suasan mencekam terjadi ketika
anak-anaknya akan di korbankan, bahkan suasan mencekap terus nyata di mana dia
harus menjaga mayat-mayat itu dari hewan dab burung liar yang sewaktu-waktu
dapat memakan mayat itu, termasuk melukai Rizpa sendiri. Suasana sedih juga
terurai dengan jelas dalam narasi ini di mana Rizpa pasti dengan kesedihan
menjaga atau menunggui mayat-mayat itu, di mana di antara mayat-,mayat itu ada
anak-anaknya.
3.7. Gaya/Style
Dalam narasi ini narator hendak
menonjolkan beberapa hal bagian pertama yaitu hutang darah atas keluarga Saul.
Hal itu dimasukan oleh narator dalam bagian awal agar dari situ narasi ini
dapat berkembang, sebab tanpa bagian ini maka narasi ini tidak akan berlanjut.
Dalam narasi ini narator banyak mengekspos dialog-dialog. Komunikasi antara
raja Daud dengan Tuhan, orang-orang Gibeon dengan raja Daud. Hutang darahlah
yang menjadi sentral dalam narasi ini sehingga berujung pada penderitaan
seorang gundik raja yaitu Rizpa. Melalui hutang darah ini narator hendak
menunjukkan satu tokoh yaitu Rizpa. Gaya penuturan dalam narasi ini cukup
sisitematis karena banyak kali mencantumkan latar-latar waktu sehingga
persitiwa demi peristiwa bisa diuraikan dengan baik sehingga para pembaca
menjadi muda memahami akan jalannya narasi ini. Di samping itu gaya penceritaan
yang dipakai oleh narator cukup unik sebab ada saat-saat yang paling mengerikan
dan menakutkan dimasukan oleh narator dalam narasi ini yaitu di saat Rizpa
menjaga mayat-mayat yang telah membusuk.
3.8. Narator
Narator dalam bagian narasi ini sangat mahir dalam menguak setiap babak
demi babak dalam narasi ini. Hal itu terbukti narator secara terang-terangan
menentukan waktu-waktu yang ada di dalam setiap narasi ini. Narator mengawali
cerita ini dengan mengintroduksikan situasi saat itu, situasi saat itu ialah
suasana yang tidak enak di mana terjadi kelaparan yang berkepanjangan saat itu.
Narator menyebutkan 3 tahun berturut-turut kelaparan atau kemarau, narator
mengajak para pembaca untuk menyelami keadaan itu, sehingga membuat raja Daud,
pergi bertanya kepada Tuhan. Para pembaca dikagetkan oleh perkataan Tuhan
melalui firmannya bahwa kepada Saul melekat hutang darah atas orang-orang
Gibeon. Narator mengajak para pembaca untuk berkenalan dengan orang-orang
Gibeon, menurut penuturan narator mereka bukanlah asli bangsa Israel melainkan
mereka adalah sisa-sisa orang Amori. Para pembaca dibawa oleh narator dalam
suatu percakapan yang cukup serius antara orang-orang Gibeon dengan Daud.
Percakapan yang cukup alot terjadi di kedua pihak. Akhiranya ditemukan suatu
keputusan yang pastinya akan membuat para pembaca kaget yaitu, hutang darah
harus dibalas dengan darah. Di mana anak-anak Saul harus dibunuh di hadapan
Tuhan, daerah yang dipilih oleh orang Gibeon daerah asal raja Saul.
Narator sempat menunjukkan adegan di mana Daud terus berpikir, bahwa dia
tidak mungkin menyerahkan Mefiboset anak Yonatan cucu Saul kepada mereka, sebab
dia juga terikat sumpah dengan Yonatan. Para pembaca dikagetkan dengan
keputusan dari raja Daud. Di mana dia mengambil 5 orang anak Merab dan dua
orang anak Rizpa untuk diserahkan kepada orang-orang Gibeon sebagai pelunasan
hutang darah. Dalam bagian ini narator terasa pelit informasi sebab respon
Merab dan Rizpa tidak ditunjukkan di saat anak-anak mereka akan diambul dan
akan diserahkan kepada orang-orang Gibeon untuk dibunuh. Selanjutnya narator
membawa para pembaca kepada situasi yang mencekam dan menakutkan. Di mana Rizpa
harus menjaga mayat-mayat itu sendirian, dia tidak memperdulikan nyawanya
kalau-kalau dia diserang oleh binatang buas. Berdasarkan bocoran narator dalam
narasi ini yang ada dipikiran Rizpa ialah menjaga mayat-mayat itu. Perasaan
ketakutan dan kengerian digantikan dengan ketekunan, kesabaran, rela berkorban
dan kesetiaannya. Dalam narasi ini narator mengangkat hutang darah atas Saul,
mungkin dengan tujuan menunjukkan tokoh Rizpa yang penuh transformatif. Sikap
itulah yang dalam narasi ini menyentuh hati Daud sehingga, berdasarkan apa yang
diuraikan olah narator Saul dan keturunanya dikuburkan bersama-sama dengan
ayahnya di tanah Benyamin. Mungkin juga ketika Tuhan melihat pengorbanan dan
kesetiaan Rizpa bukan hanya hati Daud yang tersentuh tetapi juga hati Tuhan
sehingga dia menurukan hujan. Sebab mengingat juga bahwa hukuman yang
dilangsungakn atas anak-anak Merab dan Rizpa atas pembayaran hutang darah tidak
ada intervensi dari Tuhan, itu semua berdasarkan kehendak manusia, hal itu
secara jelas diuraikan narator dalam narasi ini.
3.9. Seni Dalam
Kata-Kata.
Dalam narasi ini ada beberapa kata yang dicantumkan oleh narator dalam
narasi ini sehingga menjadi bagian yang penting yaitu kata “hutang darah”, kata
ini seolah menjadi pangkal dalam narasi ini. Selain itu kata kelaparan juga
dapat disejajarkan dengan kata hutang darah. Karena kata itu juga yang
membingkai masalah demi masalah dalam narasi ini. Kata kain karung merupakan
kata yang sangat dalam maknanya karena dari situ perasaan dari Rizpa
terwakilkan dalam narasi ini. Kata di atas bukit mempunyai arti yang sangat
dalam sebab tempat-tempat seperi itu adalah tempat yang suci, tempat itu
dijadikan sebagai tempat bagi raja Saul dan Daud membawa korban persembahan
kepada Tuhan.
3.10. Seni Dalam Dialog.
Dalam narasi ini ada bebeapa bagian yang menunjukkan percakapan-percakapan
yang cukup mendalam yaitu ketika terjadi kelaparan yang sangat hebat. Daud
pergi kepada Tuhan dan Tuhan berfirman kepada Daud bahwa hutang darah ada asat
keluarag Saul sehingga mengakibatkan kelaparan ini. Belum lagi percakapan
antara orang-orang Gibeon dan Daud, kalau boleh disimpulkan bahwa dalam narasi
ini dialog hanya sedikit dan penceritalah yang banyak menjelaskan hal-hal
penting dalam narasi ini.
3.11. Seni dalam
Bercerita.
Kalau mau dicermati seni bercerita dalam narasi ini ada dua, yaitu seni bercerita
yang tidak dapat dikira-kira. Hal itu nyata raja Daud Tidak berpikir bahwa
Rizpa akan melakukan hal yang demikian, bahakn tanpa dikira-kira raja Daud
mengumpulkan kembali tulang-tulang Saul dan Yonatan bersama tulang-tulang
mereka yang dibunuh untuk orang Gibeon dan dikuburkan di tanah nenek moyang
mereka. Sedangkan seni bercerita yang kedua ialah seni bercerita yang
sistematis sebab narator terkesan banyak menggunakan waktu-waktu untuk
menandahkan setiap situasi dalam narasi ini.
4. Pesan.
Narasi ini banyak memberikan pelajaran yang berharga untuk dipetik
terlebih kepada sosok Rizpa. Dalam cerita ini Rizpa dibungkam dan tidak
diizikan untuk angkat bicara. Dalam bagian ini segi pembebasan sama sekali
terabaikan, Rizpa dan Merab tidak dipandang oleh Daud bahkan diabaikan. Daud
sama sekali tidak melihat mereka sebagai seorang manusia yang secara utuh
sehingga dengan semenah-menah mengambil anak mereka untuk dikorbankan. Sangat
jelaslah bahwa segi mutualiti terabaikan
di mana hanya satu pihaklah yang diuntungkan dan pihak lain diabaikan. Sebab
mengingat juga tidak ada seorang ibupun
yang menginginkan anaknya untuk diserahkan dan dikorbankan. Dari segi keadilan
pun Rizpa tidak mendapatkan keadilan, Daud yang sebenarnya adalah raja Isarel
harus dapat mencarikan jalan tengah atas masalah ini, namun seolah hal itu
diabaikan dan ditelantarakan. Daud lebih membela bangsa lain ketimbang
mengusahkan kepentingan bersama, apa lagi Rizpa adalah seorang janda harta
satu-satunya hanyalah anak-anaknya. Namun dalam bagian ini Daud yang adalah
hamba Tuhan gagal memberikan keputusan keadilan kepada Rizpa. Angin patriaki
berhembus keras dalam kehidupan Rizpa hal itu tergembar jelas dalam narasi ini,
sebenarnya Rizpa dapat melakukan perlawana untuk hal ini. Namun keberadaan Rizpa
sebagai seorang perempuan menjadi masalah, sebab pada kenyataanya Rizpa
dibungkam bahkan dihilangkan sama sekali dalam rangkaian cerita, dari segi
keadilan Rizpa tidak dapat merasakan keadilan itu. Sehingga dalam buku M.C.B.
Frommel, memasukan cerita ini ke dalam cerita celaka. Sebab bisa ada
kecenderungan dewasa ini orang-orang tertentu mengunakan teks ini muntuk
menindas perempuan, penulis setujuh dengan para penafsir Perjanjian Lama bahwa
cerita-cerita yang buruk dicantumkan dalam Alkitab supaya menjadi pembelajaran,
agar ke depan hal yang demikian tidak akan terjadi.
Dari sosok Rizpa sendiri dapat dipetik perjuangannya yaitu dia penuh
dengan kesabaran, keberanian, pengorbanan, kesetiaan dan ketekunan menjaga
mayat-mayat itu dari serangan binatang dan burung-burung yang buas. Perasaan
ngeri dan takut dia singkirkan, bahkan nyawanya tidak lagi dia pikirkan. Itu
semua mempunyai latar belakang perasaan cinta seorang ibu yang rela berkorban.
Sikap dari Rizpa sangat jarang ditemukan, sikap dari Rizpa diangkat kepermukaan
untuk menunjukkan bahwa dalam pererintahan raja Daud mempunyai bagian yang
kelam, tindakan dari Rizpalah yang mengkritik ketidakadilan, tidak adanya
pemebebasan dan timbal-balik yang menguntungkan dua pihak. Pengorbanan,
kesabaran, keberanian, pengorbanan dan kesetiaan dari Rizpa menghadirkan
transformasi atau perubahan. Di mana berkat Rizpa seluruh tulang-tulang dari
keturunan Saul dikumpulkan dan dikuburkan di tempat mereka berasal yaitu tanah
benyamin. Bahkan ada kemungkinan dalam narasi ini, hujan turun bukan karena
hutang darah yang telah dilunasi, namun Tuhan melihat keberadaan dari Rizpa.
Narasi ini meyuarakan bahwa walaupan Rizpa dipandang sebelah mata, namun dia berani
meyuarakan kritikan sehingga membebrikan transformasi. Katika Rizpa tidak mampu
berbicara, maka kritikan yang dia tunjukkan kepada ketidakadilan melalui
tindakan nyata. Rizpa juga menjadi tokoh rekonsiliasi antara keluarga Saul dan
daud, Tuhan memakai Rizpa untuk memulihkan hubungan yang rusak. Hal itu dapat
direfleksikan, bahwa perjuangan tidaklah harus dengan kekerasan untuk
menyatukan hubungan yang sudah rusak, namun dengan kesabaran, ketekunan, rela
berkorban serta kesetiaan mempuh mengutuhkan kembali hubungan yang sudah rusak.
Walaupun dalam mewujudkan hal itu perlu ada pengorbanan (bayar harga), agar
yang hancur dapat disatukan kembali.
Daftar Pustaka
Bakker F.L. Sejarah Kerajaan Allah I
“Perjanjian Lama”. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1996.
Blommendaal J. Pengantar
Kepada Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.
Bergant Dianne, Karris R. J. Tafsiran
Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta:
Kanisius, 2010.
Frommel M. C. B. Hati Allah Bagaikan
Hati Seorang Ibu “Pengantar Teologi Feminis”. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.
King P. J. Stager L.E. Kehidpan
Orang Israel Alkitabiah. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012
Lasor W. S, Dkk. Pengantar
Perjanjian Lama I “Taurat dan Sejarah”. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010.
Russell Letty M., Perempuan Dan Tafsir Kitab Suci. Jakarta, Yogyakarta: BPK Gunung Mulia,
Kanisius, 1998.
Vrieze. Th. C. Agama Israel Kuno. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
Yayasan komunikasi Bina Kaish. Tafsiran
Alkitab Masa Kini I “Kejadian-Ester”. Jakarta: Yayasan komunikasi Bina
Kasih, 2010.
Referensi
LAI. Alkitab. Jakarta: LAI, 2010.
LAI. Alkitab Edisi Studi. Jakarta: LAI, 2011.
LAI. Alkitab Kabar Baik Dalam Bahasa Indonesia Sahari-Hari. Jakarta:
LAI, 1986.
Suharso, Retnoningsih Ana. Kamus Besar Bahasa Indoneis Edisi Lux. Semarang:
CV. Widya Karya, 2009.
Yayasan Komunikasi Bina Kasih. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I A-L. Jakarta:
YKBK, 2007.
Yayasan Komunikasi Bina Kasih. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z. Jakarta:
YKBK, 2007.
[1] Philip J. King, Lawrence E. Stager. Kehidupan Orang Israel Alkitabiah. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.
Hal 99.
[2] W.S. Lasor, dkk. Pengantar
Perjanjian Lama I “Taurat dan Sejarah”. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.
Hal 87
[3] Yayasan Komunikasi Bina Kasih. Tafsiran Alkitab Masa Kini I “Kejadian-Ester”. Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 2010. Hal
496-497.
[4]Dalam merumuskan hal ini penulis membandingkan dua yaitu Yayasan Komunikasi
bina kasih. Tafsiran Alkitab Masa Kini I
“kejadian -Ester”. Jakarta: YKBK,2010. Hal 496-497 , dengan Philip J. King,
Lawrence E. Stager. Kehidupan Orang
Israel Alkitabiah. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012. Hal 99. di mana kedua
literatur itu menyuarakan suara yang sama.
[5] Yayasan
Komunikasi Bina Kasih. Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini Jilid II “M-Z”. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
2010. Hal 460.
[6] Philip
J. King, Lawrence E. Stager. Kehidupan
Orang Israel Alkitabiah. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012. Hal 367.
[7] Yayasan
Komunikasi Bina Kasih. Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini Jilid I “A-L”. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
2011. Hal 339
[8] Th. C.
Vriezen. Agama Israel Kuno. Jakarat:
BPK Gunung Mulia, 2001. Hal 91.
[9] Kata ini
mempunyai arti kehendak sendiri atau berdasarkan kemampuan sendiri.
[10] Yayasan
Komunikasi Bina Kasih. Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini Jilid II “M-Z”. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
2010. Hal 456.
[11] Yayasan
Komunikasi Bina Kasih. Tafsiran Alkitab
Masa Kini I “Kejadian-Ester”. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2010.
Hal 497.
[12] Yayasan
Komunikasi Bina Kasih. Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini Jilid II “M-Z”. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
2010. Hal 341.
[13] F. L.
Bakker. Sejarah Kerajaan Allah I
“Perjanjian Lama”. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1996. Hal 545.
[14] F. L.
Bakker. Sejarah Kerajaan Allah I
“Perjanjian Lama”. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1996. Hal 545.
[15] Yayasan
Komunikasi Bina Kasih. Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini Jilid II “M-Z”. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
2010. Hal 316.
[16] F. L.
Bakker. Sejarah Kerajaan Allah I
“Perjanjian Lama”. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1996. Hal 545.
[17]Bandingkan dengan kisah Ishak dalam Kejadian 35:28-29, Yakub dalam Kejadian 49:29.
[18]Bandingkan dengan buku F. L. Bakker. Sejarah Kerajaan Allah I “Perjanjian Lama”. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996. Hal 546
Tidak ada komentar:
Posting Komentar