Rabu, 12 Maret 2014

Tafsiran Naratif Narasi Orang-Orang Gibeon dan Keluarga Saul dalam II Samuel 21:1-14


Nama: Arke Steward Maindoka.
Mata Kuliah: Eksegese Naratif Perjanjian Lama.
Dosen : Pdt. Dr. S. E. Abram.

Narasi Orang-Orang Gibeon dan Keluarga Saul dalam II Samuel 21:1-14
1.   Membaca cermat II Samuel 21:1-14.
2.   Menguraikan Isi Perikop Secara Keseluruhan.
Nama Rizpa hanya disebutkan dua kali dalam kitab Perjanjian Lama, kitab yang menguraikan tentang Rizpa, hanyalah kitab II Samuel. Itupun hanya dua bagian yaitu II Samuel 3:7 dan 21:1-14. Dalam bagian keduapun Rizpa hanya muncul dalam ayat 8-10. Pasal 21 merupakan bagian yang penting dalam sejarah kehidupan seorang Rizpa. Bahkan mungkin dapat dikatakan bagian yang terpenting. Dalam narasi ini juga dikisahkan tindakan yang otoriter dari raja yang masyur, yaitu Daud. Narasi ini bermula ketika terjadi kelaparan yang beruntun di Israel, sehingga Daud pergi menanyakan kepada Tuhan, alasan melapetaka itu terjadi kepada bangsa Israel. Tuhan, menjawab pertanyaan Daud, dengan berfirman kepadanya bahwa kepada Saul melekat hutang darah, atas orang-orang Gibeon. Setelah Tuhan berfirman kepada Daud. Daud memanggil orang-orang Gibeon, dalam narasi ini dijelaskan latar belakang orang Gibeon bahwa mereka tidak termasuk orang Israel, hal itu sejelan dengan penjelasan dalam Yosua 9:1-27. Dalam narasi ini diceritakan bahwa Saul berikhtiar akan membasmi orang-orang Gibeon, untuk kepentingan politik yang ada di Israel dan Yehuda. Selanjutnya Daud bertanya kepada orang-orang Gibeon, mengenai balasan yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukan oleh Saul, supaya orang-orang Gibeon memberkati milik pusaka Tuhan. Orang-orang Gibeon menjawab pertanyaan dari Daud bahwa, urusan mereka dengan Saul bukanlah masalah harta dan juga bukan untuk membunuh seseorang di antara orang Israel.
Orang Gibeon meminta kepada Daud supaya masalah antara mereka dengan keluarga Saul diselesaikan maka, atas permintaan orang Gibeon anak-anak Saul diserahkan kepada mereka untuk dibunuh, dibukit Tuhan di Gibeon.  Syarat yang diajukan oleh orang-orang Gibeon langsung disetujui oleh Daud, yang adalah pemegang otoritas tertinggi pemerintahan saat itu. Namun dari sini timbul dilema yang sangat mendalam kepada Daud, sebab dia tidak mungkin menyerahkan Mefiboset anak Yonatan kepada mereka, dikarenakan dia juga terikat sumpah di hadapan Tuhan dengan Yonatan. Sebagai pilihan yang terakhir maka diambilah anak-anak Rizpa yaitu Armoni dan Mefiboset. Rizpa adalah gundik dari raja Saul, ayah Rizpa bernama Aya. Karena anak Rizpa hanya dua orang, maka Daud juga mengambil anak-anak Merab, Merab adalah anak Saul, Merab menikah dengan Adriel yang adalah orang Mehola. Anak Rizpa berjumlah 2 orang yaitu Armoni dan Mefiboset sedangkan, anak-anak Merab anak Saul berjumlah 5 orang, sebab dalam ayat 9 diceritakan bahwa yang tewas saat itu berjumlah 7 orang, di mana mereka tewas secara bersamaan. Dalam narasi ini diuraikan bahwa kejadian saat itu terjadi di awal musim menuai jelai.
Dalamnarasi ini terselip sosok Rizpa yang berusaha menjaga mayat anak-anaknya dan kelima anak Merab, dari burung-burung pemakan bangkai dan binatang-binatang liar yang berkeliaran di malam hari. Usaha Rizpa diawali dengan mengambil kain karung untuknya. Usaha dari Rizpa dalam menjaga mayat-mayat itu, telah sampai di telinga raja Daud, maka Daud berinisiatif untuk mengambil tulang-tulang dari Saul dan Yonatan yang telah dicuri oleh orang-orang Yabesy-Gilead di tanah lapang Bet-San, tempat orang Filistin menggantung mereka.Hal itu sejalan dengan 1 Samuel 31:1-13. Daud mengumpulkan tulang-tulang mereka, lalu dikuburkan secara bersama-sama di tanah Benyamin, lebih tepatnya di daerah Zela di dalam kubur Kisy yang adalah ayah Saul (1 Taw 9:39). Akhirnya, Tuhan memberikan jawaban atas masalah yang dihadapi, yaitu memberikan hujan, sebab musim kelaparan sudah berlangsung selama tiga tahun berturut-turut.
3.   Komponen-Komponen Dan Seni Dalam Narasi Orang-Orang Gibeon dan Keluarga Saul (II Samuel 21:1-14)
Dalam menguraikan struktur narasi ada 3 (tiga) bagian yang harus diperhatikan, agar narasi ini dapat teratur sesuai babak yang ada dalam narasi ini, strukturnya adalah sebagai berikut:
3.1    Pendahuluan.
Bagian pendahuluan dalam narasi ini terbentang cukup relatif pendek, yaitu ayat 1 dan 2. Walaupun realtif pendek, namun bagian pendahuluan ayat 1 dan 2 cukup memberikan introduksi yang jelas kepada para pembaca. Bagian yang mengawali narasi adalah kebiasaan yang ada dalam narasi-narasi di Perjanjian Lama, yaitu kelaparan Kejadian 12:10, 26:1, Keluaran 41:54-56, Rut 1:1. Kelaparan itu terjadi selama  3 tahun. Kelaparan sering kali dipandang sebagai hukuman Tuhan, oleh bangsa Israel. Di Timur Tengah kelaparan terjadi disebabkan oleh beberapa faktor alam yaitu curah hujan yang sangat kurang, kekeringan, penyakit dan hama.[1]Kepercayaan orang Israel mengari bawahi ketika terjadi musiba maka, pastilah ada kesalahan yang dilakukan oleh umat Tuhan, sehingga terjadi musibah danhukuman Tuhan sepertiyang dikisahkan dalam narasi ini.Ketika hujan turun,orang Israel memahami bahwa itu merupakan pengampunan dan berkat-berkat yang khusus dari Tuhan.[2] Dari situ ada pemahaman bahwa kesalahan dan dosa dari umat Israel telah dihapuskan. Menurut para penafsir Perjanjian Lama bahwa kejadian ini terjadi pada awal masa pemerintahan raja Daud, sebelum Mefiboset anak Yonatan tinggal di dalam kerajaan.[3] Namun para penafsir tidak dapat menentukan lebih spesifik kapan hal itu terjadi. Bahkan ada kecenderungan bahwa pasal ini merupakan tambahan di kemudian hari, di mana pasal ini disisipkan dalam rangkaian cerita raja Daud, untuk menunjukkan kesalahan dan keteledoran dari Daud yang berujung pada pemulihan dan pertolongan Tuhan dalam kehidupan Daud.[4]
Selanjutnnya dalam narasi ini diceritakan bahwa bangsa Israel berada dalam kehidupan yang paceklik, sehingga Daud yang adalah raja atas Israel mempunyai kewajiban untuk mencarikan jalan keluar atas masalah yang dihadapi saat itu. Daud yang adalah raja yang takut akan Tuhan, pergi mencari jawaban atas masalah yang dihadapi oleh Israel kepada Tuhan. Dalam bagian ini diceritakan Daud “pergi”........  kata pergi yang ada di dalam bagian ini, hendak menjelaskan bahwa Daud pergi di suatu tempat, di mana Daud dapat berkonsultasi denga Tuhan, biasanya tempat-tempat seperti itu berada di tempat-tempat yang tinggi (dalam bahasa Ibrani bama), dalam masa raja-raja “tempat tinggi” atau “bukit pengorbanan” berada di Gibeon.[5] Bahkan diceritakan bahwa Daud dan Samuel selalu pergi ke tempat itu untuk memberikan korban persembahan kepada Tuhan.[6]Narator dalam Alkitab BIS memberikan petunjuk tentang latar belakang terjadinya bala kelaparn itu, ialah karena Saul telah membunuh orang-orang Gibeon, dalam bahasa Alkitab TB antara Saul dan orang-orang Gibeon melekat “hutang darah”.Tradisi Perjanjian Lama memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini seperti yang terdapat dalam Keluaran 21:24, Im 24:20, Ul 19:21. Dalam ketiga bagian ini dijelaskan bahwa “mata ganti mata, nyawa ganti nyawa”, sehingga kalau dikatakan dalam narasi ini Saul mempunyai hutang darah dengan orang-orang Gibeon maka, hal yang seperti di atas akan berlaku. Hal itu sejalan dengan apa jawaban orang Gideon dalam ayat 4.
Dalam narasi ini dijelaskan latar belakang orang Gibeon. Orang Gibeon tidak mempunyai hubungan dengan bangsa Israel, dalam narasi ini dijelaskan bahwa orang-orang Gibeon sebenarnya sisa dari bangsa Amori. Orang Amori dalam Kejadian 10:16 ceritakan sebagai sebagai penduduk asli tanah Kanaan. Gibeon ini adalah salah satu kota besar yang  disamakan dengan Yerikoh dan Ai, penduduk yang tinggal di kota Gibeon adalah orang Hewi (Yos 9:17). Gibeon ini mendapat perlakuan yang khusus dari bangsa Israel, sebab antara orang-orang Gibeon dan bangsa Israel melekat sumpah dihadapan Tuhan seperti yang diceritakan dalam Yosua 9:1-17. Dari situ orang-orang Gibeon menjadi bagian dari bangsa Israel sebagai penimba air dan pembelah kayu bagi bangsa Israel, bahkan dalam penjelasan lain orang Gibeon diberikan kepada suku Benyamin namun dalam perkembangan selanjutnya mereka dikhususkan bagi orang Lewi.[7]Dalam narasi ini digarsi bawahi kata sumpah. Kata sumpah mempunyai arti yang sangat dalam. Di mana sumpah ialah ucapan yang memanggil Allah menjadi saksi atas perjanjian atau perbuatan, bahkan sumpah selalu diidentikan dengan kutuk, kalau-kalau sumpah itu tidak dilaksanakan.[8] Hal itulah yang terjadi kepada Saul di mana dia melanggar sumpah itu, karena Saul berikhtiar[9] akan membasmi orang-orang Gibeon. Berdasarkan narasi ini Saul mungkin mempunyai kehendak, untuk memurnikan kembali bangsa Israel dari bangsa-bangsa yang bukan asli bangsa Israel. Namun di sini Saul lupa bahwa orang Gibeon memegang sumpah. Sehingga dari peristiwa ini narator mengajak para pembaca untuk masuk ke dalam klimaks cerita ini. Melalui bagian pembukaan atau pendahuluan para pembaca dibuat oleh narator menjadi penasaran dalam melihat adegan atau kejadian selanjutnya.
3.2. Perkembangan.
Bagian perkembangan dalam narasi terbentang dari ayat 3-10. Bagian perkembangan diawali dengan perkataan Daud kepada orang-orang Gibeon. Sangat jelas dalam narasi ini Daud bertanya kepada mereka, hal itu ditandai dengan kata “apakah”. Kata tanya apakah ini hendak menjelaskan tentang pilihan atau menegaskan informasi yang ingin diketahui. Berdasarkan hal itu Daud memberikan kesempatan bagi orang-orang Gideon untuk menentukan apa yang mereka kehendaki, untuk melunasi hutang darah dari Saul. Dalam cerita ini Daud menggunakan kata “penebusan”. Kata ini mempunyai arti pembebasan dari sesuatu yang jahat dengan pembayaran suatu harga.[10] Sehingga kalau hutang itu sudah terbayarkan maka, bangsa dan tanah Israel yang diperandaikan dalam narasi ini dengan sebutan “pusaka Tuhan” dapat ditebus dan kembali mendapatkan berkat Tuhan. Kalau mau dicermati pertanyaan Daud kepada orang-orang Gibeon, seolah berupa penawaran di mana Daud berharap agar permintaan orang-orang Gibeon bukanlah nyawa, melainkan harta benda saja. Cerita ini terus menanjak ke bagian klimaks, ternyata tawaran dari Daud tidak diterima oleh orang-orang Gibeon seperti yang dicatat dalam ayat 4. Sekali lagi  Daud kembali bertanya dengan mengunakan kata tanya “apakah”. Daud berharap ada pilihan lain, yang akan diajukan oleh orang-orang Gibeon, selain dari apa yang dipikirkan oleh Daud, makanya Daud terus bertanya kepada mereka.
Hal itu berujung kepada jawaban orang Gibeon bahwa karena tindakan Saul, orang-orang Gibeon tercerai-berai, bahkan mungkin tempat tinggal mereka telah dihancurkan oleh Saul. Bahkan ada kemungkinan mereka diusir dari Israel dan dibantai oleh pasukan raja Saul. Sehingga menurut orang-orang Gibeon, pelunasan atas hutang itu ialah anak-anak laki-laki Saul harus dibunuh atau digantung menurut naskah TB dan BIS. Jumlah yang dituntut oleh orang-orang Gibeon tidaklah sedikit tetapi berjumlah 7 orang anak laki-laki. Hukuman gantung berkaitan dengan upacara keagamaan.[11] Dalam bahasa Ibrani kata menggantung adalah tala, kata ini sejajar dengan kata menyalib yang dikenal kemudian di zaman Perjanjian Baru, hukuman ini bersifat peringatan dan dalam melaksanakan hukuman ini ada aturan-aturan yang harus diikuti secara ketat, di antaranya terdakwa harus ditelanjang dan ketika telah mati harus dikuburkan sesegera mungkin.[12] Dalam narasi ini dijelaskan tempat di mana hukuman itu akan dilangsungakan, itu semua berdasarkan kehendak orang-orang Gibeon. Tempat yang mereka pilih ialah di daerah mereka sendiri, di bukit Tuhan. Dalam BIS diceritakan bahwa hukuman itu dilangsungan di daerah asal raja Saul, yaitu di Gibea (Gibea berada di Israel Selatan, setelah kerajaan Israel terpecah dua). Mengenai ungkapan “dilangsungkan” di hadapan Tuhan, sejalan dengan kata tempat di Gibea. Sebab di Gibea merupakan tempat kultus saat itu, tempat di mana para raja membawa korban persembahan kepada Tuhan.
Setelah orang-orang Gibeon mengajukan syarat demikian kepada raja Daud, maka langsung saja disetujui oleh raja Daud, dengan berkata “aku akan menyerahkan mereka” dari argumentasi raja Daud secara jelas dia menyetujui permintaan orang-orang Gibeon, bahkan tanpa pertimbangan lagi. Tanpa Daud sadari permintaan yang diajukan oleh orang-orang Gibeon adalah permintaan pembalasan secara kafir, sebab mereka juga memiliki latar belakang bangsa yang kafir.[13] Ketika raja Daud setuju dengan permintaan  itu, ternyata raja Daud telah melakukan kesalahan, bahwa dia tidak menanyakan kepada Tuhan, bagaimana dia harus membayar hutang darah itu.[14] Hal itu sangat terasa dalam narasi ini, Daud seolah melupakan Tuhan. Dia bertindak sesuai dengan keinginan dan kehendak hatinya, padalah dalam bagian sebelumnya Daud sempat berkonsultasi dengan Tuhan mengenai masalah kelaparan yang berkepanjangan, namun kenyataan selanjutnya Daud lupa kepada Tuhan, yang pastinya akan merencanakan Syalom bagi bangsa Israel. Narasi ini semakin menunjukkan bagian klimaksnya, sebab Daud mengalami dilema dengan komitmen yang telah dia buat dengan orang-orang Gibeon. Sebab dia tidak mungkin memberikan Mefiboset anak Yonatan, yang adalah cucu dari Saul. Dikarenakan Daud dan Yonatan terikat juga sumpah seperti yang terdapat dalam I Samuel 18:1-5, Daud pantang mengingkari janji yang sudah dia ikat atau ikrarkan, sehingga raja Daud berusaha mencarikan alternatif atas dilema yang dia alami.
Narasi ini sedikit lagi akan mencapai klimaksnya, ayat 8 merupakan pintu masuk yang dipakai oleh pencerita dalam narasi ini. Di dalam narasi ini diperkenalkan beberapa tokoh yang baru, salah seorang yang menonjol ialah Rizpa. Arti nama Rizpa ialah batu panas atau batu pijar, Rizpa adalah anak perempuan Aya dan merupakan gundik dari raja Saul. Kehidupan dari Rizpa sangatlah tidak mengenakan sebab setelah Saul mati Abner, mengambil Rizpa baginya (II Sam 3:7), tindakan yang melatarbelakangi Abner bukanlah atas perasaan sayang dan cinta, melainkan hanyalahuntuk mencari keuntungan pribadi sebab pada saat itu ada tradisi kalau Abner mengambil Rizpa maka dia bisa mengikuti jejak dari raja Saul sebagai pemegang takhta atas Israel.[15] Kehidupan Rizpa dalam setiap narasi ternyata sangat menyedihkan, Rizpa tidak diberikan kesempatan untuk mempergunakan kebebasannya, bahkan Rizpa selalu menjadi objek penderita di mana Rizpa kerap kali hanya mendapatkan kerugian dan kemalangan. Apalagi Rizpa hanyalah seorang gundik dari raja Saul. Pada zaman itu seorang gundik hanyalah sebagai alat reproduksi anak. Sehingga ketika mereka mempunyai anak, apalagi anak laki-laki kehidupan mereka agak terjamin. Oleh sebab itu dalam perkembangan narasi selanjutnya Rizpalah yang paling bersusah hati. Rizpa mempunyai dua orang anak Yaitu Armoni dan Mefiboset. Selain Rizpa ada juga anak tertua Saul yang bernama Merab dia mempunyai 5 orang anak, dari penikahan dengan Adriel orang Mehola. Sebenarnya Merab akan dijodohkan dengan Daud, namun tidak tahu kenapa perjodohan itu dibatalkan Merab tidak menikah dengan Daud, melainkan dia menikah dengan Adriel orang Mehola.
Dalam narasi ini setelah diperkenalkan tokoh-tokoh yang baru, narasi ini mencapai klimaksnya di mana anak-anak Merab dan Rizpa akan dikorbankan. Bagian ini sangat janggal sebab sosok Rizpa dan Merab dibungkamkan dalam narasi ini, eksistensi mereka dalam narasi ini dipasifkan, seolah mereka menerima apa yang sudah dititahkan oleh raja. Sebenarnya teks ini membelengu kaum perempuan dan tidak membebaskan, sebab dalam narasi ini sosok Rispa  dan Merab tidak diekspos oleh narator dalam cerita ini. Ketujuh orang itu diserahkan kepada orang-orang Gibeon untuk dikorbankan di gunung Tuhan. Mereka dibawa di hadapan Tuhan supaya Tuhan melihat sendiri bahwa hutang darah itu telah dilunasi, mereka digantung dan tewas secara bersamaan.
Narator cerita ini memberikan bocoran bahwa peristiwa itu berlangsung pada awal musim menuai, permulaan musim menuai jelai (TB), sedangkan dalam BIS diceritakan bahwa hal itu terjadi pada saat akhir musim semi, dan awal musim menuai jelai. Diperkirakan peristiwa itu terjadi pada bulan april.[16]Sebab pada saat itu musim penuaian jelai lebih dahulu dilakukan sebelum menuai Gandum jaraknya sekitar 2-3 bulan kemudian. Kedua wanita ini merasakan kesedihan yang sama, di mana semua anak mereka dibunuh secara bersamaan, memang toko Merab tidak diulas dalam narasi ini, namun yang pasti Merab juga merasakan kesedihan, kemalangan dan ketidakadilan seperti yang dirasakan oleh Rizpa. Namun kedua tokoh ini mengungkapkan kesedihan mereka, dalam bentuk yang berbeda. Merab mungkin hanya menangisi kemalangan yang dirasakan oleh anak-anaknya di rumah, namun Rizpa mencoba meluapkan itu dalam cara yang berbeda (luar dari kebiasaan saat itu).
Rizpa mengambil kain karungdan dibentangkannyalah untuk dia. Kain karung merupakan lambang dari perkabungan. Bahakn ada kecenderungan bahwa kain karung itu digunakan Rizpa, untuk dirinya di saat dia tidur dan duduk di saat menjaga mayat-mayat itu. M.C.B Frommel mengolongkan cerita tentang Rizpa ini dalam kelompok“Cerita Celaka”sebab, tindakan-tindakan otoriter dari Saul dan kelalaian dari Daud mengorbankan perasaan dari seorang ibu yang sangat mencintai anak-anaknya, bahkan mungkin alasan ibu Barth mengolongkan cerita ini ke dalam “Cerita Celaka”ialah, ada kecenderungan orang akan menggunakan bagian ini untuk bertindak demikian. Kembali lagi bahwa cerita ini hendak disisipkan dalam rangkaian cerita Daud hendak menunjukkan sisi kelam dari sosok raja Daud. Namun lebih dari itu tindakan Rizpa yang berani ini membuahkan transformasi pada saat itu.
Walaupun sosok  Rizpa ini hanya muncul sebentar, namun kemunculannya memberikan dampak yang sangat besar  karena keberanian, kerelaan dan ketekunannya melakukan hal-hal yang mengerikan. Rizpa menjaga mayat-mayat itu bukan hanya sebentar tetapi selama beberapa bulan, dalam beberapa literatur secara senada memberika rentang waktu mengenai berapa lama Rizpa menunggui mayat-mayat itu. Dalam cerita ini diberikan penjelasan mengenai berapa lama Rizpa menjaga mayat-mayat itu,  dimulai dari musim menuai jelai sampai hujan turun. Musim menuai itu sudah jelas di ayat yang sebelumnya yaitu, menuai jelai pada awal bulan april, dua bulan kemudia musim menuai gandum (sekitar bulan Juni-September) sehingga pada bulan Oktober-November hujan turun (menurut tradisi hujan ini disebut hujan yang pertama). Ketekunan dan kesetian Rizpa tidak hanya sampai di situ dia juga berusaha mengusir hewan-hewan dan burung-burung yang hendak mendekati mayat-mayat itu. Ada tradisi bahwa di Israel hidup burung-burung yang besar di antaranya burung Nasar yang kepalanya gundul. Burung ini kesukaannya mengacak-acak bangkai secara bersama-sama dan selanjutnya dimakan secara bersama-sama, di samping itu di Timur Tengah hidup beruang yang berkeliaran di atas bukit-bukit. Belum lagi bau busuk yang harus ditahan oleh Rizpa saat itu.Keberanian dan ketekunnya serta kasih kepada akan-anaknya sangat besar dia tunjukkan. Walaupun ini kedengarannya mengerikan, namun perasaan itu Rizpa buang jauh-jauh. Mungkin Rizpa berpikir bahwa inilah tindakannya yang terakhir yang dapat dia berikan kepada anak-anaknya. Pada bagian ini klimaks sudah mulamenurun di mana narator mengajak kepada para pembaca untuk berpindah dalam adegan yang selanjutnya.
3.3. Penutup.
Bagian penutup dalam narasi ini terdiri dari 4 ayat yaitu ayat 11-14. Sebenarnya tindakan yang dilakukan oleh Rizpa tidak akan terjadi sebab, kalau saja mayat-mayat itu langsung diturunkan dan dikeremasi maka peristiwa ini tidak akan terjadi. Bagian ini hendak menunjukkan kepada para pembaca bahwa dari awal ketika Daud bertanya kepada orang-orang Gibeon mengenai pelunasan hutang darah itu telah keliru, sampai pada bagian ini. Sebenarnya ada ketentuan bahwa orang-orang yang mengalami hal itu harus langsung dikuburkan. Namun kenyataannya berkata lain kurang lebih 6 bulan Rizpa harus berjuang dalam ketekunan dan kesetiannya menjaga mayat-mayat itu. Namun kesalahan dari Daud tidak diekspos dan diangkat kepermukaan oleh pencerita dalam cerita ini, semuanya ditutup secara rapat. Bahkan dalam beberapa litertaur mengatakan bahwa pasal 21-24 ditambahkan untuk menunjukkan sisi kelam dari raja Daud, namun pada kenyataanya semua itu diburamkan.
Kata “ketika” menjadi bingkai waktu dalam narasi ini, yang hendak menjelaskan waktu yang sangat pendek. Ketekunan, kesetiaan dan pengorbanan dari Rizpa berbuah manis. Raja Daud tersentuh dengan itu sehingga Daud berinisiatif untuk mengumpulkan tulang-tulang Saul dan Yonatan yang telah dicuri oleh orang Yabesy-Gilead. Orang-orang Yabesy-Gilead melakukan tindakan itu sebab mereka sayang kepada Saul, yang telah menyelamatkan mereka dari tangan orang Amon. Sehingga ketika mayat Saul yang telah dipenggal orang Filistin dipakukan di tembok Bet-Sen, orang-orang Yabesy-Gilead datang mencuri mayat Saul dan Yonatan dari orang Filistin. Sebagai respon dari Daud atas tindakan Rizpa dia mengumpulan tulang-tulang Saul, Yonatan dan tulang-tulang mereka. Untuk dikuburkan secara layak di tanah Isarel, lebih tepatnya daerah asal Saul yaitu tanah Benyamin. Semua tulang-tulang itu disatukan dengan Kisy yang adalah ayah Saul. Tindakan dari Rizpa membawa transformasi saat itu pengorbanan dari Rizpa membuahkan buah yang manis. Di mana Saul dan keluarganya dikuburkan secara layak di tanah asal mereka. Sebab ada tradisi bahwa ketika seorang akan meninggal,keinginan yang utamanya dia dikuburkan di daerah di mana orang itu berasal.[17] Tuhan memakai Rizpa untuk merealisasikan hal itu terhadap Saul dan keluarganya, Rizpa juga mendapat tugas yang mulia yaitu memulihkan hubungan yang telah rusak antara keluarga Saul dan Daud. Rizpa adalah seorang rekonsiliasi, walapun untuk mewujudkan itu bukanlah perkara yang muda, banyak pengorbanan yang harus dia korbankan, Rizpa adalah sosok yang transformatif dalam kehidupan keluarga Saul dan raja Daud.Narasi ini memang menghadirkan akhir yang kurang bahagia, namun dalam narasi ini menunjukkan bahwa kekuatan cinta sorang ibu mampu mengalahkan segala macam masalah.  Ada kesan bahwa bagian akhir Bagian akhir dalam cerita ini seolah-olah Tuhan, mengiyakan hal itu namun sebenarnya tidaklah demikian. Sebab Tuhan Allah Israel bukanlah seperti dewa-dewi yang harus dibujuk baru memberikan berkat, Tuhan Allah Israel bertindak sesuai dengan kehendaknya. Bahkan dalam bagian akhir, ketika mereka telah menyelesaikan mengkremasi tulang-tulang itu, Tuhan menurunkan hujan atas mereka. Bagian ini memberikan isyarat bahwa jalan yang telah dijalankan oleh raja Daud atas penyelesaian hutang darah itu adalah keliru.[18]
3.4. Alur/Plot.
Jalan cerita dalam narasi ini termasuk dalam alur campuran sebab walaupun cerita ini babak demi babak berjalan terus, namun kadang-kala narator kembali di masa lalu untuk membuat benang merah dengan kejadian sekarang (ayat 2 dan 5). Narasi ini berawal dari kelaparan yang terjadi secara beruntun di Israel, sehingga Daud yang adalah raja saat itu pergi kepada Tuhan dan bertanya sebabnya. Jawaban Tuhan dalam firmannya, bahwa hal itu terjadi sebab kepada Saul melekat hutang darah atas orang-orang Gibeon. Cerita ini kembali pada zaman Yosua di mana ada kesepakatan antara Yosua dan orang-orang Gibeon di hadapan Tuhan. Kesepakatan itulah yang telah dilanggar oleh Saul. Selanjutnya dari alur mundur, jalan cerita dalam narasi ini kembali kepada tempat yang semestinya di mana disaksikan terjadi perbincangan yang cukup serius antara orang-orang Gibeon dan orang nomor satu di Israel saat itu. Akhirnya keputusan akhir dalam perbincangan itu, orang-orang Gibeon meminta 7 orang anak laki-laki dari Saul untuk dikorbankan. Hal itu tanpa pikir panjang langsung disetujui oleh Daud, namun perasaan dilema menghantui Daud, dia tidak berani memberikan Mefiboset anak Yonatan, cucu Saul kepada mereka sebab dia juga terikat janji dengan Yonatan. Keputusan akhir mengambil anak Merab dan Rizpa untuk dikorbankan. Banyak syarat yang kafir yang diajukan oleh orang-orang Gibeon, namun anehnya syarat tersebut diterima oleh raja Daud. Akhirnya dalam keberlangsungan narasi ini hukuman yang diminta oleh orang-orang Gibeon dijalankan di daerah asal raja Saul. Hukuman itu dilangsungkan pada akhir musim semi dan diawal musim menuai jelai. Ketujuh orang itu tewas secara bersamaan, pastilah kedua wanita ini merasakan hal yang sangat memilukan, melihat anak mereka dipersembahkan. Merab dan Rizpa merasakan kesedihan, namun perhatian narator lebih ditujukan kepada Rizpa. Bukan berarti Merab juga tidak mersakan kesedihan yang sama dengan Rizpa, namun mungkin cara pengungkapannyalah yang berbeda.
Rizpa mengambil kain karung untuk dirinya selama dia menjaga mayat-mayat itu dari binatang-binatang dan burung-burung. Perjuangan Rizpa sangatlah luar biasa ketekunan, pengorbanan dan kesetiannya membuahkan hasil yang manis di mana hati raja Daud tersentuh. Sehingga Daud mengumpulkan tulang-tulang Saul dan Yonatan beserat ketujuh orang itu dibawa ke tempat kelahiran leluhur mereka yaitu di tanah Benyamin. Bahkan Rizpa dipakai oleh Tuhan untuk memulihkan hubungan antara keluarga Saul dan Daud yang telah mengelami kerengangaan. Pada akhirnya Tuhan mengabulkan permintaan mereka dengan menurunkan hujan, namun hal itu bukan berarti bahwa Tuhan menerima hal itu.
3.5. Penokohan/Karakter.
ü   Raja Daud : Karakter dari raja Daud dalam narasi ini awalnya bijaksana sebab dia menanyakan kepada Tuhan alasan hukuman itu terjadi yaitu kelaparan (ayat1). Bahkan raja Daud bersifat aktif  dan tidak pasif dia berusaha berkonsultasi atau bercakap-cakap dengan orang Gibeon (ayat 3 dan 4). Dalam perkembangan selanjutnya karakter bijaksana dari tokoh Daud mulai hilang, sebab Tuhan sudah mulai dia lupakan, hal itu terbukti dalam ayat-ayat selanjutnya tokoh Tuhan sudah tidak dimunculkan nanti pada bagian akhir. Pada bagian akhir sikap pengasih dari Daud dimunculkan seperti yang terdapat dalam ayat 12. Sikap pesimis ada juga dalam karakter Daud, sebenarnya Daud dapat menanyakan kepada Tuhan bagaimana hutang darah itu dapat terselesaikan, namun pada kenyataanya Daud tidak bertindak demikian.
ü   Tuhan : Karakter Tuhan dalam narasi ini bersifat aktif, walaupun kemunculannya hanya ada di bagian awal dan akhir dalam narasi ini, namun sosok Tuhan seolah juru kunci atas masalah yang ada dalam narasi ini.
ü   Orang-orang Gideon : Karakter dari orang Gibeon adalah tegas (ayat 2, 3, 5-6), selanjutnya orang-orang Gibeon bersifat aktif dan tidak pasif di mana mereka, sendirilah yang melakukan upacara pengorbanan di hadapa Tuhan (9). Pendendam sebab mereka tetap menuntut darah dari tangan keluarga Saul.
ü   Rizpa : pemberani, tekun dan setia. Ketiga karakter ini melekat erat pada pribadi Rizpa, di mana karakter ini menjadi bekal baginya untuk mengadakan transformasi atas keluarga Saul di mana mereka dikuburkan di tempat leluhur mereka.
ü   Merab : Pasif, dalam narasi ini tokoh Merab dibungkan dan tidak ditonjolkan.
3.5. Konflik atau Kontras.
Dalam narasi ini narator banyak mencantumkan konflik atau masalah dalam narasi ini. Awalnya konflik yang dialami oleh seluruh bangsa Israel yaitu kelaparan yang berkepanjangan selama 3 tahun berturut-turut. Ini adalah konflik pemicu dalam narasi ini, sehingga Daud berkonsultasi dengan Tuhan, sehingga Tuhan berfirman bahwa kepada Daud bahwa kepada Saul melekat hutang darah, sehingga kelaparan ini terjadi. Dalam konflik ini tersirat makna bahwa hutang darah itu harus diselesikan, tanpa berpikir panjang Daud langsung pergi ke pada orang-orang Gibeon untuk berkomunikasi dengan mereka. Pada bagian ini Daud melakukan kesalahan di mana dia telah melupakan Tuhan, bisa saja Tuhan mempunyai alternatif dalam menyelesaikan hutang darah atas Saul. Hal itu tidak diperhatikan oleh Daud. Sehingga hal itu berujung orang-orang Gibeon meminta pelunasan hutang darah itu, berupa 7 orang anak laki-laki Saul. Tanpa berpikir panjang Daud mengiyakan hal itu.
Dalam narasi ini ada beberapa konflik batin dihadirkan oleh narator  yaitu dalam ayat 7. Di mana Daud menjadi dilema ketika ia akan menyerahkan Mefiboset kepada orang-orang Gibeon, sedangkan ayah Mefiboset dan Daud terikat janji di hadapat Tuhan. Mungkin dalam pemikiran Daud siapakah yang pantas untuk diberikan kepada orang-orang Gibeon. Akhirnya pilihan sudah dijatuhkan yaitu kepada anak-anak Merab anak tertua Saul dan Gundik Saul yaitu Rizpa. Pasti ada alasan sampai Daud memilih mereka, kalau mau diteliti dari rangkaian cerita ini Daud mungkin merasakan sakit hati kepada Merab karena dia tidak bisa menikahinya I Samuel 17:17-21, dan Merab menikah dengan Adriel orang Mehola. Sedangkan untuk Rizpa karena dia hanyalah gundik maka dia dan anak-anaknya dipandang rendah oleh orang saat itu, sehingga tidak akan ada orang yang akan memperdulikan dia. Mungkin itulah pertimbangan dari raja Daud. Tanpa disadari inilah konflik utama dalam narasi ini. Di dalam narasi ini seolah ada yang dikaburkan yaitu bagaimana perasaan seorang ibu, melihat semua anaknya akan dikorbankan. Pasti akan ada pergumulan dan kontra dalam hal itu, namun dalam narasi ini konflik itu ditutup rapat, serta tidak diizinkan untuk diangkat kepermukaan. Dari konflik ini membawa para pembaca kepada salah satu tokoh yang paling berperan dalam narasi ini yaitu Rizpa, sesuai dengan namanya yaitu batu panas atau batu pijar semangatnya yang berupa ketekunan, kesetiaan, keberanian dan pengorbanannya terus berkobar dan mengebu-gebu di dalam hatinya sesuai dengan namanya. Perasaan itulah yang menguatkan Rizpa sehingga membuat dia kuat dalam mengusir hewan-hewan dan burung-burung yang liar. Hal itulah yang membuat raja Daud tergerak hatinya, keberanian kesetaan dan ketekunan memberikan transformasi yang nyata dalam narasi ini. Kalau tanpa Rizpa maka keturunan Saul tidak akan dikembalikan di tanah leluhur mereka.
3.6. Setting.
Ø  Tempat : Ada berapa tempat yang ada dalam narasi ini yaitu Israel (ayat 1) dan di Gibeon. Namun kalau mau lebih dipersempit lagi tempat-tempat dalam narasi ini ialah di tempat tinggi atau dibukit-bukit tempat Daud dan Saul melakukan pengorbanan kepada Tuhan tempat itu terletak di Gibeon. Bahkan dalam ayat terakhir tanah Benyamin juga termasuk dalam later tempat dalam narasi ini (14), bukit-bukit batu juga menjadi saksi bisu di mana Rizpa dengan keberanian dan ketekunannya, berjuang demi anak-anaknya.
Ø  Waktu : Bingkai waktu dalam narasi ini di mulai dari ayat 1 ‘dalam zaman Daud....kelaparan selama 3 tahun’, selnjutnya waktu dalam narasi ini ditunjukkan dalam ayat 9 “.....awal musim menuai, pada permulaan musim menuai” bukan hnya itu banyak gambaran-gambaran waktu yang menghiasi narasi ini seperti dalam ayat 10 “.......permulaan musim menuai sampai tercurah air dari langit....”. kata “ketika ” dalam narasi ini turut menunjukkan waktu yang pendek seperti yang terdapat dalam ayat 11.
Ø  Suasana :Narator melukiskan suasan-suasan dalam narasi ini cukup beragam pertama suasan yang kacaw sebab telah terjadi kelaparan yang beruntun di Israel. Akhirnya suasan yang sedih dan mencekam berpusat pada kemunculan dan usaha dari Rizpa. Di mana suasan mencekam terjadi ketika anak-anaknya akan di korbankan, bahkan suasan mencekap terus nyata di mana dia harus menjaga mayat-mayat itu dari hewan dab burung liar yang sewaktu-waktu dapat memakan mayat itu, termasuk melukai Rizpa sendiri. Suasana sedih juga terurai dengan jelas dalam narasi ini di mana Rizpa pasti dengan kesedihan menjaga atau menunggui mayat-mayat itu, di mana di antara mayat-,mayat itu ada anak-anaknya.
3.7. Gaya/Style
Dalam narasi ini narator  hendak menonjolkan beberapa hal bagian pertama yaitu hutang darah atas keluarga Saul. Hal itu dimasukan oleh narator dalam bagian awal agar dari situ narasi ini dapat berkembang, sebab tanpa bagian ini maka narasi ini tidak akan berlanjut. Dalam narasi ini narator banyak mengekspos dialog-dialog. Komunikasi antara raja Daud dengan Tuhan, orang-orang Gibeon dengan raja Daud. Hutang darahlah yang menjadi sentral dalam narasi ini sehingga berujung pada penderitaan seorang gundik raja yaitu Rizpa. Melalui hutang darah ini narator hendak menunjukkan satu tokoh yaitu Rizpa. Gaya penuturan dalam narasi ini cukup sisitematis karena banyak kali mencantumkan latar-latar waktu sehingga persitiwa demi peristiwa bisa diuraikan dengan baik sehingga para pembaca menjadi muda memahami akan jalannya narasi ini. Di samping itu gaya penceritaan yang dipakai oleh narator cukup unik sebab ada saat-saat yang paling mengerikan dan menakutkan dimasukan oleh narator dalam narasi ini yaitu di saat Rizpa menjaga mayat-mayat yang telah membusuk.
3.8. Narator
Narator dalam bagian narasi ini sangat mahir dalam menguak setiap babak demi babak dalam narasi ini. Hal itu terbukti narator secara terang-terangan menentukan waktu-waktu yang ada di dalam setiap narasi ini. Narator mengawali cerita ini dengan mengintroduksikan situasi saat itu, situasi saat itu ialah suasana yang tidak enak di mana terjadi kelaparan yang berkepanjangan saat itu. Narator menyebutkan 3 tahun berturut-turut kelaparan atau kemarau, narator mengajak para pembaca untuk menyelami keadaan itu, sehingga membuat raja Daud, pergi bertanya kepada Tuhan. Para pembaca dikagetkan oleh perkataan Tuhan melalui firmannya bahwa kepada Saul melekat hutang darah atas orang-orang Gibeon. Narator mengajak para pembaca untuk berkenalan dengan orang-orang Gibeon, menurut penuturan narator mereka bukanlah asli bangsa Israel melainkan mereka adalah sisa-sisa orang Amori. Para pembaca dibawa oleh narator dalam suatu percakapan yang cukup serius antara orang-orang Gibeon dengan Daud. Percakapan yang cukup alot terjadi di kedua pihak. Akhiranya ditemukan suatu keputusan yang pastinya akan membuat para pembaca kaget yaitu, hutang darah harus dibalas dengan darah. Di mana anak-anak Saul harus dibunuh di hadapan Tuhan, daerah yang dipilih oleh orang Gibeon daerah asal raja Saul.
Narator sempat menunjukkan adegan di mana Daud terus berpikir, bahwa dia tidak mungkin menyerahkan Mefiboset anak Yonatan cucu Saul kepada mereka, sebab dia juga terikat sumpah dengan Yonatan. Para pembaca dikagetkan dengan keputusan dari raja Daud. Di mana dia mengambil 5 orang anak Merab dan dua orang anak Rizpa untuk diserahkan kepada orang-orang Gibeon sebagai pelunasan hutang darah. Dalam bagian ini narator terasa pelit informasi sebab respon Merab dan Rizpa tidak ditunjukkan di saat anak-anak mereka akan diambul dan akan diserahkan kepada orang-orang Gibeon untuk dibunuh. Selanjutnya narator membawa para pembaca kepada situasi yang mencekam dan menakutkan. Di mana Rizpa harus menjaga mayat-mayat itu sendirian, dia tidak memperdulikan nyawanya kalau-kalau dia diserang oleh binatang buas. Berdasarkan bocoran narator dalam narasi ini yang ada dipikiran Rizpa ialah menjaga mayat-mayat itu. Perasaan ketakutan dan kengerian digantikan dengan ketekunan, kesabaran, rela berkorban dan kesetiaannya. Dalam narasi ini narator mengangkat hutang darah atas Saul, mungkin dengan tujuan menunjukkan tokoh Rizpa yang penuh transformatif. Sikap itulah yang dalam narasi ini menyentuh hati Daud sehingga, berdasarkan apa yang diuraikan olah narator Saul dan keturunanya dikuburkan bersama-sama dengan ayahnya di tanah Benyamin. Mungkin juga ketika Tuhan melihat pengorbanan dan kesetiaan Rizpa bukan hanya hati Daud yang tersentuh tetapi juga hati Tuhan sehingga dia menurukan hujan. Sebab mengingat juga bahwa hukuman yang dilangsungakn atas anak-anak Merab dan Rizpa atas pembayaran hutang darah tidak ada intervensi dari Tuhan, itu semua berdasarkan kehendak manusia, hal itu secara jelas diuraikan narator dalam narasi ini.


3.9. Seni Dalam Kata-Kata.
Dalam narasi ini ada beberapa kata yang dicantumkan oleh narator dalam narasi ini sehingga menjadi bagian yang penting yaitu kata “hutang darah”, kata ini seolah menjadi pangkal dalam narasi ini. Selain itu kata kelaparan juga dapat disejajarkan dengan kata hutang darah. Karena kata itu juga yang membingkai masalah demi masalah dalam narasi ini. Kata kain karung merupakan kata yang sangat dalam maknanya karena dari situ perasaan dari Rizpa terwakilkan dalam narasi ini. Kata di atas bukit mempunyai arti yang sangat dalam sebab tempat-tempat seperi itu adalah tempat yang suci, tempat itu dijadikan sebagai tempat bagi raja Saul dan Daud membawa korban persembahan kepada Tuhan.
3.10. Seni Dalam Dialog.
Dalam narasi ini ada bebeapa bagian yang menunjukkan percakapan-percakapan yang cukup mendalam yaitu ketika terjadi kelaparan yang sangat hebat. Daud pergi kepada Tuhan dan Tuhan berfirman kepada Daud bahwa hutang darah ada asat keluarag Saul sehingga mengakibatkan kelaparan ini. Belum lagi percakapan antara orang-orang Gibeon dan Daud, kalau boleh disimpulkan bahwa dalam narasi ini dialog hanya sedikit dan penceritalah yang banyak menjelaskan hal-hal penting dalam narasi ini.
3.11. Seni dalam Bercerita.
Kalau mau dicermati seni bercerita dalam narasi ini ada dua, yaitu seni bercerita yang tidak dapat dikira-kira. Hal itu nyata raja Daud Tidak berpikir bahwa Rizpa akan melakukan hal yang demikian, bahakn tanpa dikira-kira raja Daud mengumpulkan kembali tulang-tulang Saul dan Yonatan bersama tulang-tulang mereka yang dibunuh untuk orang Gibeon dan dikuburkan di tanah nenek moyang mereka. Sedangkan seni bercerita yang kedua ialah seni bercerita yang sistematis sebab narator terkesan banyak menggunakan waktu-waktu untuk menandahkan setiap situasi dalam narasi ini.
4. Pesan.
Narasi ini banyak memberikan pelajaran yang berharga untuk dipetik terlebih kepada sosok Rizpa. Dalam cerita ini Rizpa dibungkam dan tidak diizikan untuk angkat bicara. Dalam bagian ini segi pembebasan sama sekali terabaikan, Rizpa dan Merab tidak dipandang oleh Daud bahkan diabaikan. Daud sama sekali tidak melihat mereka sebagai seorang manusia yang secara utuh sehingga dengan semenah-menah mengambil anak mereka untuk dikorbankan. Sangat jelaslah bahwa segi mutualiti terabaikan di mana hanya satu pihaklah yang diuntungkan dan pihak lain diabaikan. Sebab mengingat juga tidak ada  seorang ibupun yang menginginkan anaknya untuk diserahkan dan dikorbankan. Dari segi keadilan pun Rizpa tidak mendapatkan keadilan, Daud yang sebenarnya adalah raja Isarel harus dapat mencarikan jalan tengah atas masalah ini, namun seolah hal itu diabaikan dan ditelantarakan. Daud lebih membela bangsa lain ketimbang mengusahkan kepentingan bersama, apa lagi Rizpa adalah seorang janda harta satu-satunya hanyalah anak-anaknya. Namun dalam bagian ini Daud yang adalah hamba Tuhan gagal memberikan keputusan keadilan kepada Rizpa. Angin patriaki berhembus keras dalam kehidupan Rizpa hal itu tergembar jelas dalam narasi ini, sebenarnya Rizpa dapat melakukan perlawana untuk hal ini. Namun keberadaan Rizpa sebagai seorang perempuan menjadi masalah, sebab pada kenyataanya Rizpa dibungkam bahkan dihilangkan sama sekali dalam rangkaian cerita, dari segi keadilan Rizpa tidak dapat merasakan keadilan itu. Sehingga dalam buku M.C.B. Frommel, memasukan cerita ini ke dalam cerita celaka. Sebab bisa ada kecenderungan dewasa ini orang-orang tertentu mengunakan teks ini muntuk menindas perempuan, penulis setujuh dengan para penafsir Perjanjian Lama bahwa cerita-cerita yang buruk dicantumkan dalam Alkitab supaya menjadi pembelajaran, agar ke depan hal yang demikian tidak akan terjadi.
Dari sosok Rizpa sendiri dapat dipetik perjuangannya yaitu dia penuh dengan kesabaran, keberanian, pengorbanan, kesetiaan dan ketekunan menjaga mayat-mayat itu dari serangan binatang dan burung-burung yang buas. Perasaan ngeri dan takut dia singkirkan, bahkan nyawanya tidak lagi dia pikirkan. Itu semua mempunyai latar belakang perasaan cinta seorang ibu yang rela berkorban. Sikap dari Rizpa sangat jarang ditemukan, sikap dari Rizpa diangkat kepermukaan untuk menunjukkan bahwa dalam pererintahan raja Daud mempunyai bagian yang kelam, tindakan dari Rizpalah yang mengkritik ketidakadilan, tidak adanya pemebebasan dan timbal-balik yang menguntungkan dua pihak. Pengorbanan, kesabaran, keberanian, pengorbanan dan kesetiaan dari Rizpa menghadirkan transformasi atau perubahan. Di mana berkat Rizpa seluruh tulang-tulang dari keturunan Saul dikumpulkan dan dikuburkan di tempat mereka berasal yaitu tanah benyamin. Bahkan ada kemungkinan dalam narasi ini, hujan turun bukan karena hutang darah yang telah dilunasi, namun Tuhan melihat keberadaan dari Rizpa. Narasi ini meyuarakan bahwa walaupan Rizpa dipandang sebelah mata, namun dia berani meyuarakan kritikan sehingga membebrikan transformasi. Katika Rizpa tidak mampu berbicara, maka kritikan yang dia tunjukkan kepada ketidakadilan melalui tindakan nyata. Rizpa juga menjadi tokoh rekonsiliasi antara keluarga Saul dan daud, Tuhan memakai Rizpa untuk memulihkan hubungan yang rusak. Hal itu dapat direfleksikan, bahwa perjuangan tidaklah harus dengan kekerasan untuk menyatukan hubungan yang sudah rusak, namun dengan kesabaran, ketekunan, rela berkorban serta kesetiaan mempuh mengutuhkan kembali hubungan yang sudah rusak. Walaupun dalam mewujudkan hal itu perlu ada pengorbanan (bayar harga), agar yang hancur dapat disatukan kembali.

Daftar Pustaka
Bakker F.L. Sejarah Kerajaan Allah I “Perjanjian Lama”.  Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.
            Blommendaal J. Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.
Bergant Dianne, Karris R. J. Tafsiran Alkitab Perjanjian Lama.  Yogyakarta: Kanisius, 2010.
Frommel M. C. B. Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu “Pengantar Teologi Feminis”. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.
King P. J. Stager L.E. Kehidpan Orang Israel Alkitabiah. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012
Lasor W. S, Dkk. Pengantar Perjanjian Lama I “Taurat dan Sejarah”. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010.
Russell Letty M., Perempuan Dan Tafsir Kitab Suci.  Jakarta, Yogyakarta: BPK Gunung Mulia, Kanisius, 1998.
Vrieze. Th. C. Agama Israel Kuno.  Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
Yayasan komunikasi Bina Kaish. Tafsiran Alkitab Masa Kini I “Kejadian-Ester”. Jakarta: Yayasan komunikasi Bina Kasih, 2010.
Referensi
LAI. Alkitab. Jakarta: LAI, 2010.
LAI. Alkitab Edisi Studi. Jakarta: LAI, 2011.
LAI. Alkitab Kabar Baik Dalam Bahasa Indonesia Sahari-Hari. Jakarta: LAI, 1986.
Suharso, Retnoningsih Ana. Kamus Besar Bahasa Indoneis Edisi Lux. Semarang: CV. Widya Karya, 2009.
Yayasan Komunikasi Bina Kasih. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I A-L. Jakarta: YKBK, 2007.
Yayasan Komunikasi Bina Kasih. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z. Jakarta: YKBK, 2007.

           


                                        


[1] Philip J. King, Lawrence E. Stager. Kehidupan Orang Israel Alkitabiah. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012. Hal 99.
[2] W.S. Lasor, dkk. Pengantar Perjanjian Lama I “Taurat dan Sejarah”. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012. Hal 87
[3] Yayasan Komunikasi Bina Kasih. Tafsiran Alkitab Masa Kini I “Kejadian-Ester”. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2010. Hal  496-497.
[4]Dalam merumuskan hal ini penulis  membandingkan dua yaitu Yayasan Komunikasi bina kasih. Tafsiran Alkitab Masa Kini I “kejadian -Ester”. Jakarta: YKBK,2010. Hal 496-497 , dengan Philip J. King, Lawrence E. Stager. Kehidupan Orang Israel Alkitabiah. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012. Hal 99. di mana kedua literatur itu menyuarakan suara yang sama.
[5] Yayasan Komunikasi Bina Kasih. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II “M-Z”. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2010. Hal 460.
[6] Philip J. King, Lawrence E. Stager. Kehidupan Orang Israel Alkitabiah. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012. Hal 367.
[7] Yayasan Komunikasi Bina Kasih. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I “A-L”. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2011. Hal 339
[8] Th. C. Vriezen. Agama Israel Kuno. Jakarat: BPK Gunung Mulia, 2001. Hal 91.
[9] Kata ini mempunyai arti kehendak sendiri atau berdasarkan kemampuan sendiri.
[10] Yayasan Komunikasi Bina Kasih. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II “M-Z”. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2010. Hal 456.
[11] Yayasan Komunikasi Bina Kasih. Tafsiran Alkitab Masa Kini I “Kejadian-Ester”. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2010. Hal  497.
[12] Yayasan Komunikasi Bina Kasih. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II “M-Z”. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2010. Hal 341.
[13] F. L. Bakker. Sejarah Kerajaan Allah I “Perjanjian Lama”.  Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996. Hal 545.
[14] F. L. Bakker. Sejarah Kerajaan Allah I “Perjanjian Lama”.  Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996. Hal 545.
[15] Yayasan Komunikasi Bina Kasih. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II “M-Z”. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2010. Hal 316.
[16] F. L. Bakker. Sejarah Kerajaan Allah I “Perjanjian Lama”.  Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996. Hal 545.
[17]Bandingkan dengan kisah Ishak dalam Kejadian 35:28-29,  Yakub dalam Kejadian 49:29.
[18]Bandingkan dengan buku F. L. Bakker. Sejarah Kerajaan Allah I “Perjanjian Lama”.  Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996. Hal 546

Tidak ada komentar:

Posting Komentar