Nama: Arke Steward Maindoka
Nim: 201041047
Mata Kuliah: Sastra Hikmat.
Dosen: Pdt. L.Y. Mandagi, M.Teol
A. Latar
Belakang Kitab Pengkhotbah.
A.1.
Kepengarangan
Kitab Pengkhotbah dalam bahasa Ibrani di
sebut tl,h,äqo (qohelet). Kata qohelet artinya orang yang memanggil suatu sidang dan mungkin untuk
mengajarnya.[1] Sedangkan
dalam bahasa Latin kitab Pengkhotbah disebut Ecclesiates, kata ini mempunyai arti pengkotbah di dalam jemaat (ecclesia= gereja dan ecclesiastes=
pengkhotbah di dalam jemaat)[2]. Perlu disadari ada perbedaan antara
kitab ini dengan kata pengkotbah yang biasa kita kenal sekarang, sehingga
Blommendal dalam bukunya memberikan penjelasan lewat kata “Alkitabia”. Kitab
ini tergolong dalam dua kelompok yaitu kelompok sastra hikmat (Amsal, Ayub dan Pengkhotbah)
dan lima megillot (kidung Agung, Ester, Rut, Pengkotbah dan Ratapan), kitab ini
dibacakan pada pesta pondok daun, yaitu pesta memperingati perjalanan di padang
gurun.[3]
Dalam menentukan siapa yang meredaksikan kitab ini, para ahli merujuk dalam
kitab itu sendiri. Misalnya 1:1 penulis menyebut dirinya anak Daud, jadi
Salomolah yang dimaksud, sekalipun penulis tidak menyebutkan namanya.[4] Ahli-ahli protestan sejak masa Luther (abad
ke-16) cenderung berpikir bahwa kitab ini ditulis setelah masa Salomo, meskipun
bertentangan dengan tradisi para rabi.[5]
Para rabi berpikir, seperti yang diuraikan di atas menurut tafsiran harafia
1:1. Para rabi berpikir bahwa ada kecenderungan untuk menghubungkan nama Salomo
dengan semua tulisan-tulisan hikmat, karena Salomo dipandang sebagai bapa orang
bijak, sedangkan ayahnya dihubungkan dengan kitab Mazmur, sehingga ayahnya Daud
disebut sebagai bapa pemazmur.
Hal demikianlah yang dikatakan oleh para
rabi mengenai siapa yang menulis kitab ini. Berangkat dari hal di atas ada
kejanggalan, kalau tetap mempertahankan
Salomolah yang menulis kitab ini. Misalnya dalam segi bahasa yang digunakan.
Dalam kitab pengkotbah terdapat banyak ungkapan yang dipengarubi oleh bahasa
Aram antara lain kata sye dari kata asyer, illu dari illu lo. padahal dalam sejarah bahasa Aram mempengaruhi bahasa
Ibrani, baru dimulai menjelang pembuangan (587 atau 586 sM), bahasa Aram
menjadi dominan pada masa sesudah pembuangan (538 sM). Bukan hanya bahasa Aram
bahasa Persia juga terdapat dalam kitab ini, misalnya 2:5. Kata pardesim (bentuk jamak dari pardes, yang adalah ibranisasi dari kata
pairidaeza= taman ria atau kebun
buah-buah). Belum lagi ada kemiripan
kitab Pengkotbah dengan Mishna[6],
kalau ada kemiripan antara Mishna maka sangat jelaslah bukan Salomo yang
menulis kitab ini, sebab tradisi Mishna dan masa Salomo tidak bersamaan.[7]
Hal yang menyangsikan kalau kitab ini bukan ditulis oleh Salomo, dikarenakan
kitab ini ditulis pada masa kekaisaran Yunani. Sehingga menyebabkan ada
beberapa tradisi dari Yunani terbawa dalam kitab ini.[8]
Dari
beberapa litertur yang saya baca, pada awalnya para penulis mengatakan bahwa
Salomolah yang menjadi redaktor dalam kitab ini, namun selanjutnya para penulis
menyangsikannya, dengan uraian-uaraian yang mereka buat. Misalnya mengkajinya
lewat segi bahasa, penafsiran dan mengulas isi kitab tersebut. Para ahli
Perjanjian Lama sepakat melalui buku-buku mereka. Penulis kitab Pengkhotbah
adalah anonim, yang menyebut dirinya sebagai “Kohelet”. Sangat sulitlah mendeskripsikan siapa penulis namun yang
pasti penulis adalah tokoh yang tua, bijak dan mempunyai hasrat untuk menentang
pendapat dan nilai-nila orang-orang bijak yang lain.[9]
Ada kemungkinan pasal 1:1 hanya dipinjam oleh penulis, agar apa yang dia
katakan dapat diperhatikan oleh para pendengar. Dalam bahasa sederhana
kepopuleran dari raja Salomo dimasukan dalam naskah supaya mempunyai nilai
lebih baik dalam isi dan perhatian dari tujuan kitab ini.[10]
Kalau mau dicermati dalam kitab Pengkotbah
terasa ada dua aliran pemikiran yang ada dalam kitab ini. Hal itu cukup jelas
kalau kita baca keseluruhan dari kitab ini. Bagian awal dari kitab ini terasa
berbeda dengan bagian penutup. Bagian awal 1:1-12:8 bertajuk tentang kesia-sian
dan nadanya agak keras. Namun dalam bagian epilog kitab ini 12:9-14 bersifat
penguatan dan nadanya agak halus dalam menyampaikan maksud dari penulis. Saya
menyimpulkan mungkin kitab ini ditulis oleh dua orang yang mempunyai pemikiran
yang berbeda. Di mana hal itu ada secara tersirat dalam kitab ini.
A.2. Waktu Penulisan Dan Tempat.
Para ahli Perjanjian Lama berusaha untuk
menguraikan kapan naskah ini ditulis. Para ahli merujuk pada tahun yang berbeda
beda misalnya tahun 250 sM.[11]
Bahkan ada yang mengusulkan kitab ini ditulis antara tahun 400 dan 200 sM,
sebab sangat tidak mungkin kitab ini ditulis setelah tahun 200 sM, karena kitab
Sirakh (kira-kira 180 sM) mengacu pada kitab ini.[12]
Ada juga yang tidak berani menunjuk tahun penulisan, namun hanya menggunakan
abad, abad yang mereka curigai ialah abad ke 3 sM.[13]
Para ahli Perjanjian Lama ini menurut saya, senada dalam memberikan perkiraan
dari waktu penulisan kitab ini, yaitu sekitar tahun 200-an sM. Hal itu saya
simpulkan berdasarkan uraian dari para ahli Perjanjian Lama yang saya cantumkan
di atas. Mengenai tempat penulisan sangat sulit untuk mendeskripsikannya,
bahkan dalam beberapa literatur yang saya baca, tempat penulisan dari kitab ini
tidak diulsa, kalapun diulas hanya sedikit saja. Kalau memperhatikan tahun
penulisan, maka tempat penulisan dari kitab ini merujuk pada Yerusalem. Sebab
bangsa Israel baru saja kembali dari pembuangan di Babilonia (539 sM), berkat
raja Koresy.
A.3. Tujuan Penulisan.
Tujuan dari penulisan kitab ini ditujukan
kepada bangsa Israel yang baru saja kembali dari pembuangan Babilonia. Sebelum
bangsa Israel dibuang ke Babilonia (587 sM). Peradaban dari bangsa Israel di
Yerusalem cukup tinggi. Hal itu terbukti letak dari bait Allah berada di
Yerusalem, yang memberikan nilai tambah bagi kehidupan bangsa Israel saat itu.
Namun ketika mereka dibuang segala peradaban yang mereka agung-agungkan hilang
bagaikan ditiup angin. Hal itu qohelet lukiskan
dalam pasal 1. Namun ketika mereka kembali dari pembuangan (539 sM), bangsa
Israel berusaha membangun kembali kejayaan mereka, lewat dibangunnya kembali
Bait Allah yang disponsori oleh raja Koresy. Bahkan ketika bangsa Israel
kembali dari pembuangan, mereka melihat peradaban yang mereka agung-agungkan
telah sirna semuanya telah hancur tidak ada yang tersisah. Usaha mereka dalam
beratus-ratus tahun semuanya hilang yang ada hanyalah puing-puing dan
kekecewaan hidup, yang membawah mereka pada “hidup yang pesimis”. Namun lewat
itu qohelet memberikan arahan atau
petua melalui ucapan-ucapan hikmat. Di mana qohelet
banyak kali menggunakan kata “kesia-siaan”. Penulis memberikan penegasan
bahwa ketika semuanya (hikmat, kekuatan dan kekuasaan) ada dalam kesia-siaan, maka
kepastian dan pengharapan hanya ada pada Tuhan Allah sajalah. Sebab apa yang
dimiliki oleh bangsa Israel hanyalah semu, dalam bahasa qohelet “bagaikan menjaring angin”. Dari situ sangat tepatlah tema
dalam kitab ini ialah “semuanya adalah kesia-siaan”.[14]
B. Tulisan-Tulisan Hikmat Dalam Kitab
Pengkhotbah.
· Pasal 1:2-13 :
1:2 Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah,
kesia-siaan belaka, segala sesuatu
adalah sia-sia. 1:3 Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah
matahari? 1:4 Keturunan yang satu pergi dan keturunan yang lain datang, tetapi
bumi tetap ada. 1:5 Matahari terbit, matahari terbenam, lalu terburu-buru
menuju tempat ia terbit kembali. 1:6 Angin bertiup ke selatan, lalu berputar ke
utara, terus-menerus ia berputar, dan dalam putarannya angin itu kembali. 1:7
Semua sungai mengalir ke laut, tetapi laut tidak juga menjadi penuh; ke mana
sungai mengalir, ke situ sungai mengalir selalu. 1:8 Segala sesuatu menjemukan,
sehingga tak terkatakan oleh manusia; mata tidak kenyang melihat, telinga tidak
puas mendengar. 1:9 Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah
dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari. 1:10
Adakah sesuatu yang dapat dikatakan: "Lihatlah, ini baru!"? Tetapi
itu sudah ada dulu, lama sebelum kita ada. 1:11 Kenang-kenangan dari masa
lampau tidak ada, dan dari masa depan yang masih akan datang pun tidak akan ada
kenang-kenangan pada mereka yang hidup sesudahnya.
· Pasal 1:13-18 :
1:13 Aku membulatkan hatiku untuk memeriksa
dan menyelidiki dengan hikmat segala yang terjadi di bawah langit. Itu
pekerjaan yang menyusahkan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk
melelahkan diri. 1:14 Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang
di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha
menjaring angin. 1:15 Yang bongkok tak dapat diluruskan, dan yang tidak ada tak
dapat dihitung. 1:16 Aku berkata dalam hati: "Lihatlah, aku telah
memperbesar dan menambah hikmat lebih dari pada semua orang yang memerintah
atas Yerusalem sebelum aku, dan hatiku telah memperoleh banyak hikmat dan
pengetahuan." 1:17 Aku telah membulatkan hatiku untuk memahami hikmat dan
pengetahuan, kebodohan dan kebebalan. Tetapi aku menyadari bahwa hal ini pun
adalah usaha menjaring angin, 1:18 karena di dalam banyak hikmat ada banyak
susah hati, dan siapa memperbanyak pengetahuan, memperbanyak kesedihan.
·
Pasal 2:1-3 :
2:1
Aku berkata dalam hati: "Mari, aku hendak menguji kegirangan! Nikmatilah
kesenangan! Tetapi lihat, juga itu pun sia-sia." 2:2 Tentang tertawa aku
berkata: "Itu bodoh!", dan mengenai kegirangan: "Apa
gunanya?" 2:3 Aku menyelidiki diriku dengan menyegarkan tubuhku dengan
anggur, -- sedang akal budiku tetap memimpin dengan hikmat --, dan dengan
memperoleh kebebalan, sampai aku mengetahui apa yang baik bagi anak-anak
manusia untuk dilakukan di bawah langit selama hidup mereka yang pendek itu.
·
2:10 Aku tidak merintangi mataku dari apa pun yang
dikehendakinya, dan aku tidak menahan hatiku dari sukacita apa pun, sebab
hatiku bersukacita karena segala jerih payahku. Itulah buah segala jerih
payahku.
·
2:11 Ketika aku meneliti segala pekerjaan yang telah
dilakukan tanganku dan segala usaha yang telah kulakukan untuk itu dengan jerih
payah, lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin;
memang tak ada keuntungan di bawah matahari.
·
2:12 Lalu aku berpaling untuk meninjau hikmat, kebodohan
dan kebebalan, sebab apa yang dapat dilakukan orang yang menggantikan raja?
Hanya apa yang telah dilakukan orang.
·
2:13 Dan aku melihat bahwa hikmat melebihi kebodohan,
seperti terang melebihi kegelapan.
·
2:14 Mata orang berhikmat ada di kepalanya, sedangkan
orang yang bodoh berjalan dalam kegelapan, tetapi aku tahu juga bahwa nasib
yang sama menimpa mereka semua.
·
2:15 Maka aku berkata dalam hati: "Nasib yang
menimpa orang bodoh juga akan menimpa aku. Untuk apa aku ini dulu begitu
berhikmat?" Lalu aku berkata dalam hati, bahwa ini pun sia-sia.
·
2:16 Karena tidak ada kenang-kenangan yang kekal baik
dari orang yang berhikmat, maupun dari orang yang bodoh, sebab pada hari-hari
yang akan datang kesemuanya sudah lama dilupakan. Dan, ah, orang yang berhikmat
mati juga seperti orang yang bodoh!
·
2:17 Oleh sebab itu aku membenci hidup, karena aku
menganggap menyusahkan apa yang dilakukan di bawah matahari, sebab segala
sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
·
2:19 Dan siapakah yang mengetahui apakah orang itu
berhikmat atau bodoh? Meskipun demikian ia akan berkuasa atas segala usaha yang
kulakukan di bawah matahari dengan jerih payah dan dengan mempergunakan hikmat.
Ini pun sia-sia.
·
2:21 Sebab, kalau ada orang berlelah-lelah dengan hikmat,
pengetahuan dan kecakapan, maka ia harus meninggalkan bahagiannya kepada orang
yang tidak berlelah-lelah untuk itu. Ini pun kesia-siaan dan kemalangan yang
besar.
·
2:23 Seluruh hidupnya penuh kesedihan dan pekerjaannya
penuh kesusahan hati, bahkan pada malam hari hatinya tidak tenteram. Ini pun
sia-sia.
·
2:24 Tak ada yang lebih baik bagi manusia dari pada makan
dan minum dan bersenang-senang dalam jerih payahnya. Aku menyadari bahwa ini
pun dari tangan Allah.
·
2:26 Karena kepada orang yang dikenan-Nya Ia
mengaruniakan hikmat, pengetahuan dan kesukaan, tetapi orang berdosa
ditugaskan-Nya untuk menghimpun dan menimbun sesuatu yang kemudian harus
diberikannya kepada orang yang dikenan Allah. Ini pun kesia-siaan dan usaha
menjaring angin.
·
3:1 Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di
bawah langit ada waktunya.
·
3:2 Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada
waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam;
·
3:3 ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk
menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun;
·
3:4 ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa;
ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari;
·
3:5 ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk
mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari
memeluk;
·
3:6 ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan
rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang;
·
3:7 ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit;
ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara;
·
3:8 ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci;
ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai.
·
3:11 Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,
bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat
menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.
·
3:13 Dan bahwa setiap orang dapat makan, minum dan
menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya, itu juga adalah pemberian
Allah.
·
3:14 Aku tahu bahwa segala sesuatu yang dilakukan Allah
akan tetap ada untuk selamanya; itu tak dapat ditambah dan tak dapat dikurangi;
Allah berbuat demikian, supaya manusia takut akan Dia.
·
3:15 Yang sekarang ada dulu sudah ada, dan yang akan ada
sudah lama ada; dan Allah mencari yang sudah lalu.
·
3:16 Ada lagi yang kulihat di bawah matahari: di tempat
pengadilan, di situ pun terdapat ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situ
pun terdapat ketidakadilan.
·
3:17 Berkatalah aku dalam hati: "Allah akan
mengadili baik orang yang benar maupun yang tidak adil, karena untuk segala hal
dan segala pekerjaan ada waktunya."
·
3:18 Tentang anak-anak manusia aku berkata dalam hati:
"Allah hendak menguji mereka dan memperlihatkan kepada mereka bahwa mereka
hanyalah binatang."
·
3:19 Karena nasib manusia adalah sama dengan nasib
binatang, nasib yang sama menimpa mereka; sebagaimana yang satu mati, demikian
juga yang lain. Kedua-duanya mempunyai nafas yang sama, dan manusia tak
mempunyai kelebihan atas binatang, karena segala sesuatu adalah sia-sia.
·
3:20 Kedua-duanya menuju satu tempat; kedua-duanya
terjadi dari debu dan kedua-duanya kembali kepada debu.
·
3:21 Siapakah yang mengetahui, apakah nafas manusia naik
ke atas dan nafas binatang turun ke bawah bumi.
·
3:22 Aku melihat bahwa tidak ada yang lebih baik bagi
manusia dari pada bergembira dalam pekerjaannya, sebab itu adalah bahagiannya.
Karena siapa akan memperlihatkan kepadanya apa yang akan terjadi sesudah dia?
·
4:2 Oleh sebab itu aku menganggap orang-orang mati, yang
sudah lama meninggal, lebih bahagia dari pada orang-orang hidup, yang sekarang
masih hidup.
·
4:5 Orang yang bodoh melipat tangannya dan memakan
dagingnya sendiri.
·
4:6 Segenggam ketenangan lebih baik dari pada dua genggam
jerih payah dan usaha menjaring angin.
·
4:11 Juga kalau orang tidur berdua, mereka menjadi panas,
tetapi bagaimana seorang saja dapat menjadi panas?
·
4:12 Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan
dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan.
·
4:13 Lebih baik seorang muda miskin tetapi berhikmat dari
pada seorang raja tua tetapi bodoh, yang tak mau diberi peringatan lagi.
·
4:17 Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah
Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan
korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa
mereka berbuat jahat.
·
5:1 Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah
hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di
sorga dan engkau di bumi; oleh sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit.
·
5:2 Karena sebagaimana mimpi disebabkan oleh banyak
kesibukan, demikian pula percakapan bodoh disebabkan oleh banyak perkataan.
·
5:3 Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah
menunda-nunda menepatinya, karena Ia tidak senang kepada orang-orang bodoh.
Tepatilah nazarmu.
·
5:4 Lebih baik engkau tidak bernazar dari pada bernazar
tetapi tidak menepatinya.
·
5:8 Suatu keuntungan bagi negara dalam keadaan demikian
ialah, kalau rajanya dihormati di daerah itu.
·
5:9 Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan
siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Ini pun
sia-sia.
·
5:10 Dengan bertambahnya harta, bertambah pula
orang-orang yang menghabiskannya. Dan apakah keuntungan pemiliknya selain dari
pada melihatnya?
·
5:11 Enak tidurnya orang yang bekerja, baik ia makan
sedikit maupun banyak; tetapi kekenyangan orang kaya sekali-kali tidak
membiarkan dia tidur.
·
5:12 Ada kemalangan yang menyedihkan kulihat di bawah
matahari: kekayaan yang disimpan oleh pemiliknya menjadi kecelakaannya sendiri.
·
5:13 Dan kekayaan itu binasa oleh kemalangan, sehingga
tak ada suatu pun padanya untuk anaknya.
·
5:14 Sebagaimana ia keluar dari kandungan ibunya,
demikian juga ia akan pergi, telanjang seperti ketika ia datang, dan tak
diperolehnya dari jerih payahnya suatu pun yang dapat dibawa dalam tangannya.
·
5:15 Ini pun kemalangan yang menyedihkan. Sebagaimana ia
datang, demikian pun ia akan pergi. Dan apakah keuntungan orang tadi yang telah
berlelah-lelah menjaring angin?
·
6:6 Biarpun ia hidup dua kali seribu tahun, kalau ia
tidak menikmati kesenangan: bukankah segala sesuatu menuju satu tempat?
·
6:9 Lebih baik melihat saja dari pada menuruti nafsu. Ini
pun kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
·
6:11 Karena makin banyak kata-kata, makin banyak
kesia-siaan. Apakah faedahnya untuk manusia?
·
7:1 Nama yang harum lebih baik dari pada minyak yang
mahal, dan hari kematian lebih baik dari pada hari kelahiran.
·
7:2 Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke
rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang
yang hidup memperhatikannya.
·
7:3 Bersedih lebih baik dari pada tertawa, karena muka
muram membuat hati lega.
·
7:4 Orang berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi
orang bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria.
·
7:5 Mendengar hardikan orang berhikmat lebih baik dari
pada mendengar nyanyian orang bodoh.
·
7:7 Sungguh, pemerasan membodohkan orang berhikmat, dan
uang suap merusakkan hati.
·
7:8 Akhir suatu hal lebih baik dari pada awalnya. Panjang
sabar lebih baik dari pada tinggi hati.
·
7:9 Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah
menetap dalam dada orang bodoh.
·
7:10 Janganlah mengatakan: "Mengapa zaman dulu lebih
baik dari pada zaman sekarang?" Karena bukannya berdasarkan hikmat engkau
menanyakan hal itu.
·
7:11 Hikmat adalah sama baiknya dengan warisan dan
merupakan suatu keuntungan bagi orang-orang yang melihat matahari.
·
7:12 Karena perlindungan hikmat adalah seperti
perlindungan uang. Dan beruntunglah yang mengetahui bahwa hikmat memelihara
hidup pemilik-pemiliknya.
·
7:13 Perhatikanlah pekerjaan Allah! Siapakah dapat
meluruskan apa yang telah dibengkokkan-Nya?
·
7:14 Pada hari mujur bergembiralah, tetapi pada hari
malang ingatlah, bahwa hari malang ini pun dijadikan Allah seperti juga hari
mujur, supaya manusia tidak dapat menemukan sesuatu mengenai masa depannya.
·
7:15 Dalam hidupku yang sia-sia aku telah melihat segala
hal ini: ada orang saleh yang binasa dalam kesalehannya, ada orang fasik yang
hidup lama dalam kejahatannya.
·
7:16 Janganlah terlalu saleh, janganlah perilakumu
terlalu berhikmat; mengapa engkau akan membinasakan dirimu sendiri?
·
7:17 Janganlah terlalu fasik, janganlah bodoh! Mengapa
engkau mau mati sebelum waktumu?
·
7:18 Adalah baik kalau engkau memegang yang satu, dan
juga tidak melepaskan yang lain, karena orang yang takut akan Allah luput dari
kedua-duanya.
·
7:19 Hikmat memberi kepada yang memilikinya lebih banyak
kekuatan dari pada sepuluh penguasa dalam kota.
·
7:20 Sesungguhnya, di bumi tidak ada orang yang saleh:
yang berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa!
·
7:21 Juga janganlah memperhatikan segala perkataan yang
diucapkan orang, supaya engkau tidak mendengar pelayanmu mengutuki engkau.
·
7:22 Karena hatimu tahu bahwa engkau juga telah kerapkali
mengutuki orang-orang lain.
·
7:23 Kesemuanya ini telah kuuji untuk mencapai hikmat.
Kataku: "Aku hendak memperoleh hikmat," tetapi hikmat itu jauh dari
padaku.
·
7:24 Apa yang ada, itu jauh dan dalam, sangat dalam,
siapa yang dapat menemukannya?
·
7:25 Aku tujukan perhatianku untuk memahami, menyelidiki,
dan mencari hikmat dan kesimpulan, serta untuk mengetahui bahwa kefasikan itu
kebodohan dan kebebalan itu kegilaan.
·
7:26 Dan aku menemukan sesuatu yang lebih pahit dari pada
maut: perempuan yang adalah jala, yang hatinya adalah jerat dan tangannya
adalah belenggu. Orang yang dikenan Allah terhindar dari padanya, tetapi orang
yang berdosa ditangkapnya.
·
7:27 Lihatlah, ini yang kudapati, kata Pengkhotbah:
Sementara menyatukan yang satu dengan yang lain untuk mendapat kesimpulan,
·
7:28 yang masih kucari tetapi tidak kudapati, kudapati
seorang laki-laki di antara seribu, tetapi tidak kudapati seorang perempuan di
antara mereka.
·
7:29 Lihatlah, hanya ini yang kudapati: bahwa Allah telah
menjadikan manusia yang jujur, tetapi mereka mencari banyak dalih.
·
8:1 Siapakah seperti orang berhikmat? Dan siapakah yang
mengetahui keterangan setiap perkara? Hikmat manusia menjadikan wajahnya
bercahaya dan berubahlah kekerasan wajahnya.
·
8:5 Siapa yang mematuhi perintah tidak akan mengalami
perkara yang mencelakakan, dan hati orang berhikmat mengetahui waktu
pengadilan,
·
9:1 Sesungguhnya, semua ini telah kuperhatikan, semua ini
telah kuperiksa, yakni bahwa orang-orang yang benar dan orang-orang yang
berhikmat dan perbuatan-perbuatan mereka, baik kasih maupun kebencian, ada di
tangan Allah; manusia tidak mengetahui apa pun yang dihadapinya.
·
9:2 Segala sesuatu sama bagi sekalian; nasib orang sama:
baik orang yang benar maupun orang yang fasik, orang yang baik maupun orang
yang jahat, orang yang tahir maupun orang yang najis, orang yang
mempersembahkan korban maupun yang tidak mempersembahkan korban. Sebagaimana
orang yang baik, begitu pula orang yang berdosa; sebagaimana orang yang
bersumpah, begitu pula orang yang takut untuk bersumpah.
·
9:4 Tetapi siapa yang termasuk orang hidup mempunyai
harapan, karena anjing yang hidup lebih baik dari pada singa yang mati.
·
9:5 Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan
mati, tetapi orang yang mati tak tahu apa-apa, tak ada upah lagi bagi mereka,
bahkan kenangan kepada mereka sudah lenyap.
·
9:16 Kataku: "Hikmat lebih baik dari pada
keperkasaan, tetapi hikmat orang miskin dihina dan perkataannya tidak didengar
orang."
·
9:17 Perkataan orang berhikmat yang didengar dengan
tenang, lebih baik dari pada teriakan orang yang berkuasa di antara orang
bodoh.
·
9:18 Hikmat lebih baik dari pada alat-alat perang, tetapi
satu orang yang keliru dapat merusakkan banyak hal yang baik.
·
10:1 Lalat yang mati menyebabkan urapan dari pembuat
urapan berbau busuk; demikian juga sedikit kebodohan lebih berpengaruh dari
pada hikmat dan kehormatan.
·
10:2 Hati orang berhikmat menuju ke kanan, tetapi hati
orang bodoh ke kiri.
·
10:3 Juga kalau ia berjalan di lorong orang bodoh itu
tumpul pikirannya, dan ia berkata kepada setiap orang: "Orang itu
bodoh!"
·
10:4 Jika amarah penguasa menimpa engkau, janganlah
meninggalkan tempatmu, karena kesabaran mencegah kesalahan-kesalahan besar.
·
10:8 Barangsiapa menggali lobang akan jatuh ke dalamnya,
dan barangsiapa mendobrak tembok akan dipagut ular.
·
10:9 Barangsiapa memecahkan batu akan dilukainya;
barangsiapa membelah kayu akan dibahayakannya.
·
10:10 Jika besi menjadi tumpul dan tidak diasah, maka
orang harus memperbesar tenaga, tetapi yang terpenting untuk berhasil adalah
hikmat.
·
10:11 Jika ular memagut sebelum mantera diucapkan, maka
tukang mantera tidak akan berhasil.
·
10:12 Perkataan mulut orang berhikmat menarik, tetapi
bibir orang bodoh menelan orang itu sendiri.
·
10:13 Awal perkataan yang keluar dari mulutnya adalah
kebodohan, dan akhir bicaranya adalah kebebalan yang mencelakakan.
·
10:14 Orang yang bodoh banyak bicaranya, meskipun orang
tidak tahu apa yang akan terjadi, dan siapakah yang akan mengatakan kepadanya
apa yang akan terjadi sesudah dia?
·
10:18 Oleh karena kemalasan runtuhlah atap, dan oleh
karena kelambanan tangan bocorlah rumah.
·
10:19 Untuk tertawa orang menghidangkan makanan; anggur
meriangkan hidup dan uang memungkinkan semuanya itu.
·
10:20 Dalam pikiran pun janganlah engkau mengutuki raja,
dan dalam kamar tidur janganlah engkau mengutuki orang kaya, karena burung di
udara mungkin akan menyampaikan ucapanmu, dan segala yang bersayap dapat
menyampaikan apa yang kauucapkan.
·
11:8 oleh sebab itu jikalau orang panjang umurnya,
biarlah ia bersukacita di dalamnya, tetapi hendaklah ia ingat akan hari-hari
yang gelap, karena banyak jumlahnya. Segala sesuatu yang datang adalah
kesia-siaan.
·
11:9 Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah
hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan
matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau
ke pengadilan!
·
11:10 Buanglah kesedihan dari hatimu dan jauhkanlah
penderitaan dari tubuhmu, karena kemudaan dan fajar hidup adalah kesia-siaan.
·
12:1 Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum
tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: "Tak
ada kesenangan bagiku di dalamnya!"
·
12:11 Kata-kata orang berhikmat seperti kusa dan
kumpulan-kumpulannya seperti paku-paku yang tertancap, diberikan oleh satu
gembala.
·
12:12 Lagipula, anakku, waspadalah! Membuat banyak buku
tak akan ada akhirnya, dan banyak belajar melelahkan badan.
·
12:13 Akhir kata dari segala yang didengar ialah:
takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini
adalah kewajiban setiap orang.
·
12:14 Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke
pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik,
entah itu jahat.
Daftar
Pustaka
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab. Jakarta: LAI, 2010.
Blommendal J, Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.
Charpentier E, Bagaimana Membaca Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.
Darmaputar
E, Merayakan Hidup “Pemahaman Kitab
Pengkhotbah Tentang Kesia-siaan Segala Sesuatu”. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2013.
Lasor
W.S, Hubbard D.A, Bush F.W, Pengantar
Perjanjian Lama II (Sastra dan Nubuat).Jakarta BPK Gunung Mulia, 2007.
Singgih
E.G, Hidup Di Bawah Bayang-Bayang Maut
“Sebuah Tafsiran Kitab Pengkhotbah”. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.
Wohono
S.W, Di Sini Kutemukan “Petunjuk
Mempelajari Dan Mengajarkan Alkitab”. Jakarta: BPK Gunung Mulia,2005.
Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, Tafsiran Alkitab
Masa Kini II “Ayub-Maleakhi”. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasin, 1994.
Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
2007
[1] W.S Lasor dkk, Pengantar Perjanjian Lama II (Sastra Dan
Nubuat). Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007. Hal 145.
[2] J.Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2005. Hal 158.
[3] J.Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2005. Hal 158.
[4] J.Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2005. Hal 158.
[5] W.S Lasor dkk, Pengantar Perjanjian Lama II (Sastra Dan
Nubuat). Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007. Hal 146.
[6] Mishna/hukum kedua=
Kumpulan lisan dari hukum-hukum Yahudi, yang berupa tafsiran tertua para rabi
mengenai beberapaperintah Alkiatb yang di atur menurut pokok-pokoknya. Mishna
dikumpulkan pada zaman Kristen mula-mula.
[7] Emanuel Gerrit Singgih, Hidup di bawah Bayang-Bayang Maut (Sebuah
Tafsiran Kitab Pengkhotbah). Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009. Hal 2-3.
[8] Etienne Charpentier, Bagaimana Membaca Perjanjian Lama. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2009. Hal 115-119.
[9] W.S Lasor dkk, Pengantar Perjanjian Lama II (Sastra Dan
Nubuat). Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007. Hal 147.
[10] Kesimpulan yang saya buat
berdasarkan beberapa literatur yang sudah saya baca, di mana semua literatur
itu seolah menyuarakan suara yang sama.
[11] J.Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2005. Hal 158.
[12] W.S Lasor dkk, Pengantar Perjanjian Lama II (Sastra Dan
Nubuat). Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007. Hal 147.
[13] Mereka adalah E.G Singgih
dan S. Wismoady Wahono masing-masing dalam buku mereka.
[14] J.Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2005. Hal 158.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar