Rabu, 12 Maret 2014

Sastra Hikmat Perjanjian Lama Kitab Pengkhotbah


Nama: Arke Steward Maindoka
Nim: 201041047
Mata Kuliah: Sastra Hikmat.
Dosen: Pdt. L.Y. Mandagi, M.Teol
A.  Latar  Belakang Kitab Pengkhotbah.
A.1. Kepengarangan
Kitab Pengkhotbah dalam bahasa Ibrani di sebut tl,h,äqo (qohelet). Kata qohelet artinya orang yang memanggil suatu sidang dan mungkin untuk mengajarnya.[1] Sedangkan dalam bahasa Latin kitab Pengkhotbah disebut Ecclesiates, kata ini mempunyai arti pengkotbah di dalam jemaat (ecclesia= gereja dan ecclesiastes= pengkhotbah di dalam jemaat)[2]. Perlu disadari ada perbedaan antara kitab ini dengan kata pengkotbah yang biasa kita kenal sekarang, sehingga Blommendal dalam bukunya memberikan penjelasan lewat kata “Alkitabia”. Kitab ini tergolong dalam dua kelompok yaitu kelompok sastra hikmat (Amsal, Ayub dan Pengkhotbah) dan lima megillot (kidung Agung, Ester, Rut, Pengkotbah dan Ratapan), kitab ini dibacakan pada pesta pondok daun, yaitu pesta memperingati perjalanan di padang gurun.[3] Dalam menentukan siapa yang meredaksikan kitab ini, para ahli merujuk dalam kitab itu sendiri. Misalnya 1:1 penulis menyebut dirinya anak Daud, jadi Salomolah yang dimaksud, sekalipun penulis tidak menyebutkan namanya.[4]  Ahli-ahli protestan sejak masa Luther (abad ke-16) cenderung berpikir bahwa kitab ini ditulis setelah masa Salomo, meskipun bertentangan dengan tradisi para rabi.[5] Para rabi berpikir, seperti yang diuraikan di atas menurut tafsiran harafia 1:1. Para rabi berpikir bahwa ada kecenderungan untuk menghubungkan nama Salomo dengan semua tulisan-tulisan hikmat, karena Salomo dipandang sebagai bapa orang bijak, sedangkan ayahnya dihubungkan dengan kitab Mazmur, sehingga ayahnya Daud disebut sebagai bapa pemazmur.
Hal demikianlah yang dikatakan oleh para rabi mengenai siapa yang menulis kitab ini. Berangkat dari hal di atas ada kejanggalan, kalau tetap  mempertahankan Salomolah yang menulis kitab ini. Misalnya dalam segi bahasa yang digunakan. Dalam kitab pengkotbah terdapat banyak ungkapan yang dipengarubi oleh bahasa Aram antara lain kata sye dari kata asyer, illu dari illu lo. padahal dalam sejarah bahasa Aram mempengaruhi bahasa Ibrani, baru dimulai menjelang pembuangan (587 atau 586 sM), bahasa Aram menjadi dominan pada masa sesudah pembuangan (538 sM). Bukan hanya bahasa Aram bahasa Persia juga terdapat dalam kitab ini, misalnya 2:5. Kata pardesim (bentuk jamak dari pardes, yang adalah ibranisasi dari kata pairidaeza= taman ria atau kebun buah-buah). Belum lagi ada kemiripan kitab Pengkotbah dengan Mishna[6], kalau ada kemiripan antara Mishna maka sangat jelaslah bukan Salomo yang menulis kitab ini, sebab tradisi Mishna dan masa Salomo tidak bersamaan.[7] Hal yang menyangsikan kalau kitab ini bukan ditulis oleh Salomo, dikarenakan kitab ini ditulis pada masa kekaisaran Yunani. Sehingga menyebabkan ada beberapa tradisi dari Yunani terbawa dalam kitab ini.[8]
 Dari beberapa litertur yang saya baca, pada awalnya para penulis mengatakan bahwa Salomolah yang menjadi redaktor dalam kitab ini, namun selanjutnya para penulis menyangsikannya, dengan uraian-uaraian yang mereka buat. Misalnya mengkajinya lewat segi bahasa, penafsiran dan mengulas isi kitab tersebut. Para ahli Perjanjian Lama sepakat melalui buku-buku mereka. Penulis kitab Pengkhotbah adalah anonim, yang menyebut dirinya sebagai “Kohelet”. Sangat sulitlah mendeskripsikan siapa penulis namun yang pasti penulis adalah tokoh yang tua, bijak dan mempunyai hasrat untuk menentang pendapat dan nilai-nila orang-orang bijak yang lain.[9] Ada kemungkinan pasal 1:1 hanya dipinjam oleh penulis, agar apa yang dia katakan dapat diperhatikan oleh para pendengar. Dalam bahasa sederhana kepopuleran dari raja Salomo dimasukan dalam naskah supaya mempunyai nilai lebih baik dalam isi dan perhatian dari tujuan kitab ini.[10]
Kalau mau dicermati dalam kitab Pengkotbah terasa ada dua aliran pemikiran yang ada dalam kitab ini. Hal itu cukup jelas kalau kita baca keseluruhan dari kitab ini. Bagian awal dari kitab ini terasa berbeda dengan bagian penutup. Bagian awal 1:1-12:8 bertajuk tentang kesia-sian dan nadanya agak keras. Namun dalam bagian epilog kitab ini 12:9-14 bersifat penguatan dan nadanya agak halus dalam menyampaikan maksud dari penulis. Saya menyimpulkan mungkin kitab ini ditulis oleh dua orang yang mempunyai pemikiran yang berbeda. Di mana hal itu ada secara tersirat dalam kitab ini. 
A.2. Waktu Penulisan Dan Tempat.
Para ahli Perjanjian Lama berusaha untuk menguraikan kapan naskah ini ditulis. Para ahli merujuk pada tahun yang berbeda beda misalnya tahun 250 sM.[11] Bahkan ada yang mengusulkan kitab ini ditulis antara tahun 400 dan 200 sM, sebab sangat tidak mungkin kitab ini ditulis setelah tahun 200 sM, karena kitab Sirakh (kira-kira 180 sM) mengacu pada kitab ini.[12] Ada juga yang tidak berani menunjuk tahun penulisan, namun hanya menggunakan abad, abad yang mereka curigai ialah abad ke 3 sM.[13] Para ahli Perjanjian Lama ini menurut saya, senada dalam memberikan perkiraan dari waktu penulisan kitab ini, yaitu sekitar tahun 200-an sM. Hal itu saya simpulkan berdasarkan uraian dari para ahli Perjanjian Lama yang saya cantumkan di atas. Mengenai tempat penulisan sangat sulit untuk mendeskripsikannya, bahkan dalam beberapa literatur yang saya baca, tempat penulisan dari kitab ini tidak diulsa, kalapun diulas hanya sedikit saja. Kalau memperhatikan tahun penulisan, maka tempat penulisan dari kitab ini merujuk pada Yerusalem. Sebab bangsa Israel baru saja kembali dari pembuangan di Babilonia (539 sM), berkat raja Koresy.
A.3. Tujuan Penulisan.
Tujuan dari penulisan kitab ini ditujukan kepada bangsa Israel yang baru saja kembali dari pembuangan Babilonia. Sebelum bangsa Israel dibuang ke Babilonia (587 sM). Peradaban dari bangsa Israel di Yerusalem cukup tinggi. Hal itu terbukti letak dari bait Allah berada di Yerusalem, yang memberikan nilai tambah bagi kehidupan bangsa Israel saat itu. Namun ketika mereka dibuang segala peradaban yang mereka agung-agungkan hilang bagaikan ditiup angin. Hal itu qohelet lukiskan dalam pasal 1. Namun ketika mereka kembali dari pembuangan (539 sM), bangsa Israel berusaha membangun kembali kejayaan mereka, lewat dibangunnya kembali Bait Allah yang disponsori oleh raja Koresy. Bahkan ketika bangsa Israel kembali dari pembuangan, mereka melihat peradaban yang mereka agung-agungkan telah sirna semuanya telah hancur tidak ada yang tersisah. Usaha mereka dalam beratus-ratus tahun semuanya hilang yang ada hanyalah puing-puing dan kekecewaan hidup, yang membawah mereka pada “hidup yang pesimis”. Namun lewat itu qohelet memberikan arahan atau petua melalui ucapan-ucapan hikmat. Di mana qohelet banyak kali menggunakan kata “kesia-siaan”. Penulis memberikan penegasan bahwa ketika semuanya (hikmat, kekuatan dan kekuasaan) ada dalam kesia-siaan, maka kepastian dan pengharapan hanya ada pada Tuhan Allah sajalah. Sebab apa yang dimiliki oleh bangsa Israel hanyalah semu, dalam bahasa qohelet “bagaikan menjaring angin”. Dari situ sangat tepatlah tema dalam kitab ini ialah “semuanya adalah kesia-siaan”.[14]
B.  Tulisan-Tulisan Hikmat Dalam Kitab Pengkhotbah.
· Pasal 1:2-13 :
1:2 Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka,     segala sesuatu adalah sia-sia. 1:3 Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah matahari? 1:4 Keturunan yang satu pergi dan keturunan yang lain datang, tetapi bumi tetap ada. 1:5 Matahari terbit, matahari terbenam, lalu terburu-buru menuju tempat ia terbit kembali. 1:6 Angin bertiup ke selatan, lalu berputar ke utara, terus-menerus ia berputar, dan dalam putarannya angin itu kembali. 1:7 Semua sungai mengalir ke laut, tetapi laut tidak juga menjadi penuh; ke mana sungai mengalir, ke situ sungai mengalir selalu. 1:8 Segala sesuatu menjemukan, sehingga tak terkatakan oleh manusia; mata tidak kenyang melihat, telinga tidak puas mendengar. 1:9 Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari. 1:10 Adakah sesuatu yang dapat dikatakan: "Lihatlah, ini baru!"? Tetapi itu sudah ada dulu, lama sebelum kita ada. 1:11 Kenang-kenangan dari masa lampau tidak ada, dan dari masa depan yang masih akan datang pun tidak akan ada kenang-kenangan pada mereka yang hidup sesudahnya.
· Pasal 1:13-18 :
1:13 Aku membulatkan hatiku untuk memeriksa dan menyelidiki dengan hikmat segala yang terjadi di bawah langit. Itu pekerjaan yang menyusahkan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan diri. 1:14 Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin. 1:15 Yang bongkok tak dapat diluruskan, dan yang tidak ada tak dapat dihitung. 1:16 Aku berkata dalam hati: "Lihatlah, aku telah memperbesar dan menambah hikmat lebih dari pada semua orang yang memerintah atas Yerusalem sebelum aku, dan hatiku telah memperoleh banyak hikmat dan pengetahuan." 1:17 Aku telah membulatkan hatiku untuk memahami hikmat dan pengetahuan, kebodohan dan kebebalan. Tetapi aku menyadari bahwa hal ini pun adalah usaha menjaring angin, 1:18 karena di dalam banyak hikmat ada banyak susah hati, dan siapa memperbanyak pengetahuan, memperbanyak kesedihan.
·     Pasal 2:1-3 :
2:1 Aku berkata dalam hati: "Mari, aku hendak menguji kegirangan! Nikmatilah kesenangan! Tetapi lihat, juga itu pun sia-sia." 2:2 Tentang tertawa aku berkata: "Itu bodoh!", dan mengenai kegirangan: "Apa gunanya?" 2:3 Aku menyelidiki diriku dengan menyegarkan tubuhku dengan anggur, -- sedang akal budiku tetap memimpin dengan hikmat --, dan dengan memperoleh kebebalan, sampai aku mengetahui apa yang baik bagi anak-anak manusia untuk dilakukan di bawah langit selama hidup mereka yang pendek itu.
·       2:10 Aku tidak merintangi mataku dari apa pun yang dikehendakinya, dan aku tidak menahan hatiku dari sukacita apa pun, sebab hatiku bersukacita karena segala jerih payahku. Itulah buah segala jerih payahku.
·       2:11 Ketika aku meneliti segala pekerjaan yang telah dilakukan tanganku dan segala usaha yang telah kulakukan untuk itu dengan jerih payah, lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin; memang tak ada keuntungan di bawah matahari.
·       2:12 Lalu aku berpaling untuk meninjau hikmat, kebodohan dan kebebalan, sebab apa yang dapat dilakukan orang yang menggantikan raja? Hanya apa yang telah dilakukan orang.
·       2:13 Dan aku melihat bahwa hikmat melebihi kebodohan, seperti terang melebihi kegelapan.
·       2:14 Mata orang berhikmat ada di kepalanya, sedangkan orang yang bodoh berjalan dalam kegelapan, tetapi aku tahu juga bahwa nasib yang sama menimpa mereka semua.
·       2:15 Maka aku berkata dalam hati: "Nasib yang menimpa orang bodoh juga akan menimpa aku. Untuk apa aku ini dulu begitu berhikmat?" Lalu aku berkata dalam hati, bahwa ini pun sia-sia.
·         2:16 Karena tidak ada kenang-kenangan yang kekal baik dari orang yang berhikmat, maupun dari orang yang bodoh, sebab pada hari-hari yang akan datang kesemuanya sudah lama dilupakan. Dan, ah, orang yang berhikmat mati juga seperti orang yang bodoh!
·     2:17 Oleh sebab itu aku membenci hidup, karena aku menganggap menyusahkan apa yang dilakukan di bawah matahari, sebab segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
·     2:19 Dan siapakah yang mengetahui apakah orang itu berhikmat atau bodoh? Meskipun demikian ia akan berkuasa atas segala usaha yang kulakukan di bawah matahari dengan jerih payah dan dengan mempergunakan hikmat. Ini pun sia-sia.
·     2:21 Sebab, kalau ada orang berlelah-lelah dengan hikmat, pengetahuan dan kecakapan, maka ia harus meninggalkan bahagiannya kepada orang yang tidak berlelah-lelah untuk itu. Ini pun kesia-siaan dan kemalangan yang besar.
·   2:23 Seluruh hidupnya penuh kesedihan dan pekerjaannya penuh kesusahan hati, bahkan pada malam hari hatinya tidak tenteram. Ini pun sia-sia.
·     2:24 Tak ada yang lebih baik bagi manusia dari pada makan dan minum dan bersenang-senang dalam jerih payahnya. Aku menyadari bahwa ini pun dari tangan Allah.
·     2:26 Karena kepada orang yang dikenan-Nya Ia mengaruniakan hikmat, pengetahuan dan kesukaan, tetapi orang berdosa ditugaskan-Nya untuk menghimpun dan menimbun sesuatu yang kemudian harus diberikannya kepada orang yang dikenan Allah. Ini pun kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
·       3:1 Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya.
·       3:2 Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam;
·       3:3 ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun;
·       3:4 ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari;
·       3:5 ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk;
·       3:6 ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang;
·       3:7 ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara;
·     3:8 ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai.
·     3:11 Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.
·       3:13 Dan bahwa setiap orang dapat makan, minum dan menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya, itu juga adalah pemberian Allah.
·       3:14 Aku tahu bahwa segala sesuatu yang dilakukan Allah akan tetap ada untuk selamanya; itu tak dapat ditambah dan tak dapat dikurangi; Allah berbuat demikian, supaya manusia takut akan Dia.
·       3:15 Yang sekarang ada dulu sudah ada, dan yang akan ada sudah lama ada; dan Allah mencari yang sudah lalu.
·       3:16 Ada lagi yang kulihat di bawah matahari: di tempat pengadilan, di situ pun terdapat ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situ pun terdapat ketidakadilan.
·       3:17 Berkatalah aku dalam hati: "Allah akan mengadili baik orang yang benar maupun yang tidak adil, karena untuk segala hal dan segala pekerjaan ada waktunya."
·       3:18 Tentang anak-anak manusia aku berkata dalam hati: "Allah hendak menguji mereka dan memperlihatkan kepada mereka bahwa mereka hanyalah binatang."
·       3:19 Karena nasib manusia adalah sama dengan nasib binatang, nasib yang sama menimpa mereka; sebagaimana yang satu mati, demikian juga yang lain. Kedua-duanya mempunyai nafas yang sama, dan manusia tak mempunyai kelebihan atas binatang, karena segala sesuatu adalah sia-sia.
·       3:20 Kedua-duanya menuju satu tempat; kedua-duanya terjadi dari debu dan kedua-duanya kembali kepada debu.
·       3:21 Siapakah yang mengetahui, apakah nafas manusia naik ke atas dan nafas binatang turun ke bawah bumi.
·       3:22 Aku melihat bahwa tidak ada yang lebih baik bagi manusia dari pada bergembira dalam pekerjaannya, sebab itu adalah bahagiannya. Karena siapa akan memperlihatkan kepadanya apa yang akan terjadi sesudah dia?
·       4:2 Oleh sebab itu aku menganggap orang-orang mati, yang sudah lama meninggal, lebih bahagia dari pada orang-orang hidup, yang sekarang masih hidup.
·       4:5 Orang yang bodoh melipat tangannya dan memakan dagingnya sendiri.
·       4:6 Segenggam ketenangan lebih baik dari pada dua genggam jerih payah dan usaha menjaring angin.
·       4:11 Juga kalau orang tidur berdua, mereka menjadi panas, tetapi bagaimana seorang saja dapat menjadi panas?
·       4:12 Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan.
·       4:13 Lebih baik seorang muda miskin tetapi berhikmat dari pada seorang raja tua tetapi bodoh, yang tak mau diberi peringatan lagi.
·       4:17 Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat.
·       5:1 Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di sorga dan engkau di bumi; oleh sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit.
·     5:2 Karena sebagaimana mimpi disebabkan oleh banyak kesibukan, demikian pula percakapan bodoh disebabkan oleh banyak perkataan.
·       5:3 Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya, karena Ia tidak senang kepada orang-orang bodoh. Tepatilah nazarmu.
·       5:4 Lebih baik engkau tidak bernazar dari pada bernazar tetapi tidak menepatinya.
·       5:8 Suatu keuntungan bagi negara dalam keadaan demikian ialah, kalau rajanya dihormati di daerah itu.
·       5:9 Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Ini pun sia-sia.
·       5:10 Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya. Dan apakah keuntungan pemiliknya selain dari pada melihatnya?
·       5:11 Enak tidurnya orang yang bekerja, baik ia makan sedikit maupun banyak; tetapi kekenyangan orang kaya sekali-kali tidak membiarkan dia tidur.
·       5:12 Ada kemalangan yang menyedihkan kulihat di bawah matahari: kekayaan yang disimpan oleh pemiliknya menjadi kecelakaannya sendiri.
·       5:13 Dan kekayaan itu binasa oleh kemalangan, sehingga tak ada suatu pun padanya untuk anaknya.
·       5:14 Sebagaimana ia keluar dari kandungan ibunya, demikian juga ia akan pergi, telanjang seperti ketika ia datang, dan tak diperolehnya dari jerih payahnya suatu pun yang dapat dibawa dalam tangannya.
·       5:15 Ini pun kemalangan yang menyedihkan. Sebagaimana ia datang, demikian pun ia akan pergi. Dan apakah keuntungan orang tadi yang telah berlelah-lelah menjaring angin?
·       6:6 Biarpun ia hidup dua kali seribu tahun, kalau ia tidak menikmati kesenangan: bukankah segala sesuatu menuju satu tempat?
·       6:9 Lebih baik melihat saja dari pada menuruti nafsu. Ini pun kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
·       6:11 Karena makin banyak kata-kata, makin banyak kesia-siaan. Apakah faedahnya untuk manusia?
·       7:1 Nama yang harum lebih baik dari pada minyak yang mahal, dan hari kematian lebih baik dari pada hari kelahiran.
·       7:2 Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya.
·       7:3 Bersedih lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram membuat hati lega.
·       7:4 Orang berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria.
·       7:5 Mendengar hardikan orang berhikmat lebih baik dari pada mendengar nyanyian orang bodoh.
·       7:7 Sungguh, pemerasan membodohkan orang berhikmat, dan uang suap merusakkan hati.
·       7:8 Akhir suatu hal lebih baik dari pada awalnya. Panjang sabar lebih baik dari pada tinggi hati.
·       7:9 Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh.
·       7:10 Janganlah mengatakan: "Mengapa zaman dulu lebih baik dari pada zaman sekarang?" Karena bukannya berdasarkan hikmat engkau menanyakan hal itu.
·       7:11 Hikmat adalah sama baiknya dengan warisan dan merupakan suatu keuntungan bagi orang-orang yang melihat matahari.
·       7:12 Karena perlindungan hikmat adalah seperti perlindungan uang. Dan beruntunglah yang mengetahui bahwa hikmat memelihara hidup pemilik-pemiliknya.
·       7:13 Perhatikanlah pekerjaan Allah! Siapakah dapat meluruskan apa yang telah dibengkokkan-Nya?
·       7:14 Pada hari mujur bergembiralah, tetapi pada hari malang ingatlah, bahwa hari malang ini pun dijadikan Allah seperti juga hari mujur, supaya manusia tidak dapat menemukan sesuatu mengenai masa depannya.
·       7:15 Dalam hidupku yang sia-sia aku telah melihat segala hal ini: ada orang saleh yang binasa dalam kesalehannya, ada orang fasik yang hidup lama dalam kejahatannya.
·       7:16 Janganlah terlalu saleh, janganlah perilakumu terlalu berhikmat; mengapa engkau akan membinasakan dirimu sendiri?
·       7:17 Janganlah terlalu fasik, janganlah bodoh! Mengapa engkau mau mati sebelum waktumu?
·       7:18 Adalah baik kalau engkau memegang yang satu, dan juga tidak melepaskan yang lain, karena orang yang takut akan Allah luput dari kedua-duanya.
·       7:19 Hikmat memberi kepada yang memilikinya lebih banyak kekuatan dari pada sepuluh penguasa dalam kota.
·       7:20 Sesungguhnya, di bumi tidak ada orang yang saleh: yang berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa!
·       7:21 Juga janganlah memperhatikan segala perkataan yang diucapkan orang, supaya engkau tidak mendengar pelayanmu mengutuki engkau.
·       7:22 Karena hatimu tahu bahwa engkau juga telah kerapkali mengutuki orang-orang lain.
·       7:23 Kesemuanya ini telah kuuji untuk mencapai hikmat. Kataku: "Aku hendak memperoleh hikmat," tetapi hikmat itu jauh dari padaku.
·       7:24 Apa yang ada, itu jauh dan dalam, sangat dalam, siapa yang dapat menemukannya?
·       7:25 Aku tujukan perhatianku untuk memahami, menyelidiki, dan mencari hikmat dan kesimpulan, serta untuk mengetahui bahwa kefasikan itu kebodohan dan kebebalan itu kegilaan.
·       7:26 Dan aku menemukan sesuatu yang lebih pahit dari pada maut: perempuan yang adalah jala, yang hatinya adalah jerat dan tangannya adalah belenggu. Orang yang dikenan Allah terhindar dari padanya, tetapi orang yang berdosa ditangkapnya.
·       7:27 Lihatlah, ini yang kudapati, kata Pengkhotbah: Sementara menyatukan yang satu dengan yang lain untuk mendapat kesimpulan,
·       7:28 yang masih kucari tetapi tidak kudapati, kudapati seorang laki-laki di antara seribu, tetapi tidak kudapati seorang perempuan di antara mereka.
·       7:29 Lihatlah, hanya ini yang kudapati: bahwa Allah telah menjadikan manusia yang jujur, tetapi mereka mencari banyak dalih.
·       8:1 Siapakah seperti orang berhikmat? Dan siapakah yang mengetahui keterangan setiap perkara? Hikmat manusia menjadikan wajahnya bercahaya dan berubahlah kekerasan wajahnya.
·       8:5 Siapa yang mematuhi perintah tidak akan mengalami perkara yang mencelakakan, dan hati orang berhikmat mengetahui waktu pengadilan,
·       9:1 Sesungguhnya, semua ini telah kuperhatikan, semua ini telah kuperiksa, yakni bahwa orang-orang yang benar dan orang-orang yang berhikmat dan perbuatan-perbuatan mereka, baik kasih maupun kebencian, ada di tangan Allah; manusia tidak mengetahui apa pun yang dihadapinya.
·       9:2 Segala sesuatu sama bagi sekalian; nasib orang sama: baik orang yang benar maupun orang yang fasik, orang yang baik maupun orang yang jahat, orang yang tahir maupun orang yang najis, orang yang mempersembahkan korban maupun yang tidak mempersembahkan korban. Sebagaimana orang yang baik, begitu pula orang yang berdosa; sebagaimana orang yang bersumpah, begitu pula orang yang takut untuk bersumpah.
·       9:4 Tetapi siapa yang termasuk orang hidup mempunyai harapan, karena anjing yang hidup lebih baik dari pada singa yang mati.
·       9:5 Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak tahu apa-apa, tak ada upah lagi bagi mereka, bahkan kenangan kepada mereka sudah lenyap.
·       9:16 Kataku: "Hikmat lebih baik dari pada keperkasaan, tetapi hikmat orang miskin dihina dan perkataannya tidak didengar orang."
·       9:17 Perkataan orang berhikmat yang didengar dengan tenang, lebih baik dari pada teriakan orang yang berkuasa di antara orang bodoh.
·       9:18 Hikmat lebih baik dari pada alat-alat perang, tetapi satu orang yang keliru dapat merusakkan banyak hal yang baik.
·       10:1 Lalat yang mati menyebabkan urapan dari pembuat urapan berbau busuk; demikian juga sedikit kebodohan lebih berpengaruh dari pada hikmat dan kehormatan.
·       10:2 Hati orang berhikmat menuju ke kanan, tetapi hati orang bodoh ke kiri.
·       10:3 Juga kalau ia berjalan di lorong orang bodoh itu tumpul pikirannya, dan ia berkata kepada setiap orang: "Orang itu bodoh!"
·       10:4 Jika amarah penguasa menimpa engkau, janganlah meninggalkan tempatmu, karena kesabaran mencegah kesalahan-kesalahan besar.
·       10:8 Barangsiapa menggali lobang akan jatuh ke dalamnya, dan barangsiapa mendobrak tembok akan dipagut ular.
·       10:9 Barangsiapa memecahkan batu akan dilukainya; barangsiapa membelah kayu akan dibahayakannya.
·       10:10 Jika besi menjadi tumpul dan tidak diasah, maka orang harus memperbesar tenaga, tetapi yang terpenting untuk berhasil adalah hikmat.
·       10:11 Jika ular memagut sebelum mantera diucapkan, maka tukang mantera tidak akan berhasil.
·       10:12 Perkataan mulut orang berhikmat menarik, tetapi bibir orang bodoh menelan orang itu sendiri.
·       10:13 Awal perkataan yang keluar dari mulutnya adalah kebodohan, dan akhir bicaranya adalah kebebalan yang mencelakakan.
·       10:14 Orang yang bodoh banyak bicaranya, meskipun orang tidak tahu apa yang akan terjadi, dan siapakah yang akan mengatakan kepadanya apa yang akan terjadi sesudah dia?
·       10:18 Oleh karena kemalasan runtuhlah atap, dan oleh karena kelambanan tangan bocorlah rumah.
·       10:19 Untuk tertawa orang menghidangkan makanan; anggur meriangkan hidup dan uang memungkinkan semuanya itu.
·       10:20 Dalam pikiran pun janganlah engkau mengutuki raja, dan dalam kamar tidur janganlah engkau mengutuki orang kaya, karena burung di udara mungkin akan menyampaikan ucapanmu, dan segala yang bersayap dapat menyampaikan apa yang kauucapkan.
·       11:8 oleh sebab itu jikalau orang panjang umurnya, biarlah ia bersukacita di dalamnya, tetapi hendaklah ia ingat akan hari-hari yang gelap, karena banyak jumlahnya. Segala sesuatu yang datang adalah kesia-siaan.
·       11:9 Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan!
·       11:10 Buanglah kesedihan dari hatimu dan jauhkanlah penderitaan dari tubuhmu, karena kemudaan dan fajar hidup adalah kesia-siaan.
·       12:1 Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: "Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya!"
·       12:11 Kata-kata orang berhikmat seperti kusa dan kumpulan-kumpulannya seperti paku-paku yang tertancap, diberikan oleh satu gembala.
·       12:12 Lagipula, anakku, waspadalah! Membuat banyak buku tak akan ada akhirnya, dan banyak belajar melelahkan badan.
·         12:13 Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang.
·       12:14 Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat.


Daftar Pustaka

Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab. Jakarta: LAI, 2010.
Blommendal J, Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.
Charpentier E, Bagaimana Membaca Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.
Darmaputar E, Merayakan Hidup “Pemahaman Kitab Pengkhotbah Tentang Kesia-siaan Segala Sesuatu”. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013.
Lasor W.S, Hubbard D.A, Bush F.W, Pengantar Perjanjian Lama II (Sastra dan Nubuat).Jakarta BPK Gunung Mulia, 2007.
Singgih E.G, Hidup Di Bawah Bayang-Bayang Maut “Sebuah Tafsiran Kitab Pengkhotbah”. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.
Wohono S.W, Di Sini Kutemukan “Petunjuk Mempelajari Dan Mengajarkan Alkitab”. Jakarta: BPK Gunung Mulia,2005.
Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Tafsiran Alkitab Masa Kini II “Ayub-Maleakhi”. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasin, 1994.
Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2007






[1] W.S Lasor dkk, Pengantar Perjanjian Lama II (Sastra Dan Nubuat). Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007. Hal 145.
[2] J.Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005. Hal 158.
[3] J.Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005. Hal 158.
[4] J.Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005. Hal 158.
[5] W.S Lasor dkk, Pengantar Perjanjian Lama II (Sastra Dan Nubuat). Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007. Hal 146.
[6] Mishna/hukum kedua= Kumpulan lisan dari hukum-hukum Yahudi, yang berupa tafsiran tertua para rabi mengenai beberapaperintah Alkiatb yang di atur menurut pokok-pokoknya. Mishna dikumpulkan pada zaman Kristen mula-mula.
[7] Emanuel Gerrit Singgih, Hidup di bawah Bayang-Bayang Maut (Sebuah Tafsiran Kitab Pengkhotbah). Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009. Hal 2-3.
[8] Etienne Charpentier, Bagaimana Membaca Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009. Hal 115-119.
[9] W.S Lasor dkk, Pengantar Perjanjian Lama II (Sastra Dan Nubuat). Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007. Hal 147.
[10] Kesimpulan yang saya buat berdasarkan beberapa literatur yang sudah saya baca, di mana semua literatur itu seolah menyuarakan suara yang sama.
[11] J.Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005. Hal 158.
[12] W.S Lasor dkk, Pengantar Perjanjian Lama II (Sastra Dan Nubuat). Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007. Hal 147.
[13] Mereka adalah E.G Singgih dan S. Wismoady Wahono masing-masing dalam buku mereka.
[14] J.Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005. Hal 158.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar