Nama:
Arke Steward Maindoka
Nim:
201041047
Mata
Kuliah: Teologi Penciptaan
Dosen:
Pdt. H. Masambe, MTh
TAFSIRAN
AMSAL 3:19-20, 8:22-31 DAN AYUB PASAL 38-41.
Latar
Belakang Kitab Ayub.
1.
Penulis
Penulis dari kitab Ayub
sangat sulit untuk diidentifikasi, para ahli dalam Perjanjian Lama sangat sulit
untuk menentukan siapa penulis dari kitab Ayub ini, yang ada hanyalah spekulasi
atau dugaan-dugaan berdasarkan temuan mereka dalam meneliti kitab ini. Ada
pendapat yang berkata bahwa kitab ini ditulis oleh seorang Yahudi yang setia,
namun dia tidak mau terbelenggu dengan kepercayaan yang populer, khususnya
dalam hal menghubungkan antara penderitaan dan dosa.[1]
Hal itu sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Blommendaal bahwa pada umunya
dalam kepercayaan orang Yahudi dan di dalam sastra Hikmat (hokmah)
Yahuditerdapat konsepsi dasar bahwa Allah menghukum orang bersalah dan fasik,
sehingga mereka menderita, sedangkan Allah menyayangi orang benar dan saleh.[2]
W. S. Lasor dan kawan-kawan dalam buku “Pengantar Perjanjian lama II” hendak
melukiskan siap,a penulis dari kitab ini. Mereka mencoba mengidentifikasinya ke
dalam 7 point di antaranya:
1.
Ada kemungkinan penulis pernah mengalami
penderitaan yang sama, dengan penderitaan yang di alami oleh Ayub. Sebab
pengenalannya terhadap pribadi Ayub begitu jelas.
2.
Ia menemukan kelegaan dari kepedihannya
dalam pertemuannya dengan Allah, yang kalau boleh diibaratkan bahwa jawaban Allah
seringkali berada dalam badai (Ayub 38-41).
3.
Ia begitu memahami teknik-teknik hikmat dan
tradisi, sebagaimana nyata dalam tema-tema dan cara-cara penulisannya.
4.
Penderitaannya membuat berselisih dengan
pendapat hikmat tradisional.
5.
Ia adalah seorang Israel, hal itu nyata
dalam pandangannya dalam kuasa Allah.
6.
Ia memilih tempat kejadian di tanah Us di
luar Israel, untuk menjadi gambaran pengalaman manusia secara universal.
7.
Dia menceritakan pengalamannya untuk
menguatkan teman-temannya/murid-muridnya yang akan mengalami penderitaan.[3]
Dari ketiga penjelasan di
atas penulis dari kitab Ayub ini bersifat anonim, namun walaupun anonim
penulis, pasti datang dari kalangan orang Israel, yang ingin merubah pola pikir
masyarakat saat itu, lewat cerita Ayub.
2.
Tempat dan waktu
Penulisan
Sangat sulit untuk
menentukan tempat penulisan dari kitab Ayub, sebab Kisah tentang Ayub berasal
dari masa sebelum bangsa Israel ada, Ayub juga disebutkan dalam Kitab Yehezkiel
(14:14,20), bersama dengan Nuh, sebagai orang yang setia di zaman purba, hal
itu sangat nyata dan tersurat dalam kitab Ayub, bahwa kekayaan diukur lewat
jumlah ternak dan pelayan yang dimiliki oleh sesorang dan bukan uang.[4]
Cerita itu terus dipelihara dari generasi kegenerasi. Dalam perampungan kitab
ini, para ahli tidak sama dalam memberikan pendapat, berangkat dari hal itu
diperkiraan tahun penulisan dari kitab itu antara tahun 600-300 sM.[5]
Tahun itu didapatkan dengan memperhatikan setiap literatur yang ada. Sehingga
boleh dikatakan bahwa kitab Ayub ini menjadi kitab masa pembuangan atau sesudah
pembuangan. Bahasa yang dipakai dalam kitab ini dipengaruhi oleh bahasa Semitis
Selatan.[6]
Hal itu dipertegas bahwa kitab Ayub aslinya ditulis dalam bahasa Arab dan
kemudian disalin ke dalam bahasa Ibrani.[7]
3. Tujuan Penulis
Tujuan atau alamat dari
kitab ini ialah bangsa Israel yang berada di masa-masa pembuangan, bahwa hal
itu terjadi kepada mereka, bukan karena Allah tidak mengasihi mereka. Namun
lewat hal itu Allah hendak menyadarikan mereka. Bahkan bisa jadi kitab ini ditujukan
kepada bangsa Israel sesudah masa pembuangan di Babel. Lewat kitab ini bangsa
Israel pada masa itu diingatkan tentang hikmat tradisional yang berlaku di masa
itu. Blommendal memberikan tema dalam kitab Ayub yang berhubungan dengan hikmat tradisional ialah “Persoalan
penderitaan manusia yang saleh”. Dari itu semua bangsa Israel disadarkan bahwa
apapun yang terjadi, dalam kehidupan manusia berada dalam kontrol Tuhan. Sebab
ketika Tuhan menciptakan sesuatu, pasti memiliki tujuan yang membawa berkat.
4.
Uraian Tafsiran Dalam
Bentuk Tematis Pasal 38-41
Corak
satra hikmat dalam kelompok ini ialah bersifat spekulatif atau bersifat dialog.
Menurut “Tafsir Alkitab Perjanjian Lama” Allah mengajukan pertanyaan kepada
Ayub. Sehingga kalau ada pertanyaan pastinya mempunyai jawaban. Kalau
diperhatikan begitu banyak tanda tanya yang ditemukan dalam bagian pasal-pasal
ini. Hal itu membuktikan bahwa terjadi percakapan yang keras antara Pencipta
dan Ayub. Pasal 38:4-38 hendak menguraikan tentang kemahakuasaan Tuhan Allah
dalam otoritas penciptaannya, yang oleh penulis dibuat dalam bentuk yang
berbeda. Otoritas penciptaan Tuhan disajikan dalam bentuk ucapan-ucapan hikamt.
Dalam ayat 4-6 melukiskan pencitaan langit dan bumi, bagaikan membangun sebuah
rumah. Di mana ketika membangun rumah hasrus ada. Ketelitian dan keteraturan,
serta sarat dengan perhitungan dalam menimbang. Dalam hal inilah akal akan
turut ambil bagian. Hal ini menandaskan bahwa Tuhan Allah Israel adalah Allah
yang Maha Tahu. Bahkan apa yang manusia “puja”(pengetahuan) adalah
kepunyaannya. Karena Tuhan Allah mencitai kesistematisan/keteraturan dan bukan
kekacawan. Ayat 7 merupakan gambaran bahwa, betapa bersyukurnya para malaikat
Tuhan, ketika mereka medapat kesempatan untuk menyaksikan kuasa penciptaan
Tuhan. Hal itu juga berlaku bagi manusia. Di mana manusia adalah hasil tenunan
Tuhan dalam kandunga.
Ayat 8-15
merupakan gambaran tentang kedahsyatan Tuhan, yang tidak dapat dibendung oleh
siapapun. Termasuk alam, sebab alam termasuk juga dalam ciptaan Tuhan. Sehingga
bagi bangsa Israel ditegur, bahwa tidak ada yang perlu untuk ditakutkan, sebab
itu semua adalah hasil ciptaan Tuhan. Mengingat bangsa Isarel baru saja keluar
dari pembuangan, di mana masih ada pengaruh sinkretisme agama yang terbawa.
Melalui ini penulis yang mempunyai pengetahuan yang tinggi, mempertegasnya
bahwa alam adalah ciptaan Tuhan. Seharusnya memberikan berkat dan bukan
ketakutan. Hal yang dipertegas juga bahwa, manusia sebenarnya tidaklah ada
apa-apanya kalau hendak dibandingkan dengan Tuhan (ayat 11), sebab manusia juga
adalah ciptaan Tuhan. Sehingga ada batas-batas tertentu yang tidak boleh
dilangar oleh manusia. Ayat 16-18 hendak menggambarkan kekeacawan purba,
seperti yang dilukiskan oleh kitab Kejadian 1. Hal itu nyata dalam kata-kata
samudar raya dan laut. Menurut pemikiran orang Yahudi kedua kata ini
menggambarkan tentang maut. Namun hal itu dipetegas dalam bentuk ucapan hikmat,
yang bersahut-sahutan, bahwa itu semua berada dalam kendali dan kuasa Tuhan.
Hal itu mengukuhkan bahwa Tuhan Allah adalah penguasa alam semesta. Ayat 18
seolah bertanya kepada manusia, bahwa apakah manusia mengetahui luasnya bumi?
Kata mengetahui dalam bagian ini hendak menjelaskan bahwa tidak ada yang
tersembunyi di hadapan Tuhan. Semuanya diketahui oleh-Nya, hal itu memberikan
pengajaran bahwa Ayub terbatas adanya, sedangkan Tuhan Allah adalah pengatur
segalanya. Hal itu menyebabkan Dia tidak terbatas, sebab Dialah yang Maha Tahu.
Penulis
dalam bentuk kata-kata yang puitis, namun diyakini penuh dengan penegtahuan.
Menggambarkan bahwa, apa yang terjadi kepada manusia itu semua adalah atas
seizin dari yang empunya hikamt yaitu Tuhan Allah Isarel. Hal itu ditunjukkan
oleh penulis lewat ayat 22- 30. Ayub
hanya dapat merasakan apa yang sudah Tuhan jadikan, Ayub hanya dapat
mengadahkan tangan dan terheran-heran dalam menyaksikan keagungan Tuhan. Dalam
bagian ini Tuhan seolah menantang Ayub, dengan cara menguraikan kedahsyatan
Tuhan lewat alam, yang terstruktur dengan baik.
Dalam ayat
31-32 ada 4 bintang yang disebutkan, pertama bintang Kartika. Bintang kartika
adalah suatu gugusan bintang yang tersusun dengan rapi. Ungkapan penulis dalam
bait yang pertama merupakan gambaran bahwa musim semi dan musim gugur telah
tiba. Sedangkan bintang Belatik ialah suatu gugusan bintang yang membantu para
pemburu. Bintang Mintakulburuj suatu gugusan bintang yang menandhakan malam
akan tiba. Bintang Biduk adalah suatu gugusan bintang yang tak pernah terbenam.
Penulis mengunakan gambaran ini, hendak menegaskan bahwa manusia tidak dapat
memerintah Allah, sebab apa yang sudah Tuhan ciptakan semuanya sudah tersusun
sebagaiman mestinya. Sekuat apapun Ayub tidak dapat menyamahi Tuhan Allah.
Dalam
pasal 39 penulis banyak mencantumkan hewan-hewan dimulai dari keledai liar,
lembu hutan, burung unta, kuda, burung elang dan rajawali. Hendak melukiskan
bahwa mereka ada dalam perlindungan dan pengawasan Tuhan. Hewan-hewan yang
penulis cantumkan bukan tanpa arti. Setiap hewan yang dicantumkan mempunayai
makan yang hendak diltonjolkan oleh penulis. Ketika Tuhan menciptakan mereka
berarti sudah ada yang Tuhan rencanakan bagi mereka. Jawaban Ayub kepada Tuhan,
merupakan pengakuan sebagai makhluk yang hanya adalah ciptaan dari yang
mencipta yaitu Tuhan Allah. Selanjutanya ada dua hewan yang maha dasyat yang
dilukiskan oleh penulis yaitu kuda Nil dan Buaya, Tuhan seolah menantang Ayub
dengan mengatakan. “dapatkah kamu cencocok hidungnya dan dapatkah kamu
menangkapnya?” binatang itu dapat memukul dan bergoyang kesana kemari, mencoba
untuk merusakan segalanya, namun hanya Tuhanlah yang dapat menjinakan mereka.
Hal itu memberikan gambaran bahwa Tuhan adalah maha kuasa yang kekuasannya
melampaui segala hal. Manusia tidak dapat menjadi tandingan Tuhan, sebab
manusia adalah makhluk yang hina.
Didapat
kesan bahwa kedua binatang yang digunakan Tuhan, tidak hanya memarahi Ayub
tetapi juga, untuk menghiburnya. Kedua binatang itu adalah lambang, karikatur,
dari ayub sendiri. kata “memukul dan bergoyang kian kemari” mempunyai makna
kekacawan. Ayub menyamakan kelahirannya sama
dengan Lewiatan (3:8) dan dengan binatang laut (7:12). Seperti ayub
duduk di atas abu (2:8), demikian juga Lewiatan tidak ada bandingannya di
“dunia” (24). Dengan memandang binatang-biantang yang digambarkan oleh Tuhan.
Ayub sementara dihibur oleh Tuhan. Sehingga mempunyai makan bahwa Allah tidak
akan menghancurkan Ayub, tetapi sebalikanya bangga dan puas kepada Ayub.
5.
Latar belakang kitab Amsal
Tadi telah diuraikan hikmat dalam
bentuk spekulatif, sekarang ada bentuk yang lain yaitu bentuk pribahasa. Kitab
Amsal adalah petunjuk untuk hidup berhasil.[8]
Kitab Amsal berisi ungkapan yang penuh arti, singkat dan jelas yang
meringkaskan hikmat dari pengalaman. Kitab Amsal merupakan kumpulan
tulisan dengan aneka ragam gaya dan
bahsa yang berbeda-beda. Sehingga Amsal mungkin merupakan semacam perbandingan.
Kitab Amsal menekankan pengertian dan ketaatan. Kedua kutub ini ialah
intelektual dan etika. Dari sekian banyak gagasan disatukan dalam satu hal,
yaitu tujuan dari hikmat Isarel dalam kitab Amsal yaitu pendidikan. Kitab Amsal
ini berusaha menyajikan corak sastra yang unik sebab, dia berusaha menciptakan
ruang pengajaran yang sangat nyaman dan mesara. Sehingga tidak jarang ditemukan
seruan yang berbunyi “hai anaku dan lain-lain”. kitab ini merupakn kumpulan
sehingga tidak dapat dipastikan Tahun berapa kitab ini ada, yang ada hanya
perampungan yang dilakukan oleh redaktor, pada tahun 500SM, karena kitab Amsal
ini sesuai dengan pengajaran kitab ulangan (D), yang mencakup cara hidup yang
benar dan pegakuan mengenai kekuatan kreatif Allah yang sangat jelas dalam
kehidupan bangsa Isarel. Ketika dalam pembuangan maupun dalam keluluasaan.
6.
Uraian Tafsiran Dalam Bentuk Tematis Pasal 3:19-20 Dan
8:22-31.
Amsal 3:19-20 hendak menjelaskan bahwa kemuliaan dan
keagungan hikmat di hadapan Allah. Hikmatlah/ kebijaksanaan dari Tuhanlah,
diciptakan langit dan bumi. Hal ini sejalan dengan apa yang sudah diuraikan
oleh kitab Ayub. Ada tiga kata yang muncul yaitu “hikmat, pengertian dan
pengetahuan”. Ketiga kata ini mempunyai makna yang sangat dalam. Maknanya ialah
ketika Tuhan menciptakan langit dan bumi serta isinya. Itu semua berdasarkan
otoritas dan kehendak-Nya. Bumi Tuhan ciptakan dengan segala keunikannya. Tuhan
meletakan bumi berada di galaksi “bima sakti”, berada di orbti ke tiga dengan
intensitas cahaya matahari yang pas, laut dan darat yang berimbang. Mampunyai
atmosfir yang baik, mampunyai lapisan ozon yang melindungi permukaan bumi dari
radikal bebas dan sinar UV yang berlebihan dan segala macam keunikan bumi yang menjadikan
bumi layak untuk dihuni oleh manusia. Itu semua adalah hasil pemikiran dan
karya s Tuhan. Semuanya terstruktur dengan baik berjalan sebagaimana mestinya,
batapa besar karya keagungan-Mu Tuhan.
Amsal 8:22-31 merupakan pelukisan tentang hikmat. Di mana
ketika segala sesuatu hendak diciptakan hikmat sudah bersama-sama dengan Tuhan.
Hkimat dijadikan sebagai alat pencipta, jadi secara tidak langsung hikmat itu
terlebih dahulu ada dibandingkan dari ciptaan. Hikmat menjadi penghulu bagi
dunia ini, sebab dia bersama-sama dengan Allah. “aku menjadi kesenangannya”
mendak menunjukan bahwa apapun yang Tuhan lakukan itu semua dialakukan atas
hikmat-Nya, termasuk disaat dia menciptakaan sesuatu dalam kehidupan manusia.
Karena manusia adalah ciptaan Tuhan dan makhluk yang istimewa maka manusia juga
mempunyai hikmat yang tuhan karuniakan. Sebab dalam bait yang terakhir
memberikan gambaran bahwa manusia dan hikmat tidak dapat dipishakan. Hikmat
yang dimaksud adlaah hikamt yang breasal dari Tuhan.
7.
Makna Teologi Bagi Pembaca Pertama
Tuhan Allah adalah Tuhan yang Maha Tahu. Apa pun yang
dilakukan oleh manusia berada dalam kendalinya. Bahkan bukan hanya manusia,
alam pun tidak luput dari kendalinya. Semuanya tersistematis dengan baik, sebab
Tuhan mencitai keteraturan dan bukan kekwacawaan. Ayub juga disadarkan bahwa
manusia tidak dapat menyaingi kuasa dari Tuhan. Sebab manusia hanyalah ciptaan
Tuhan semata. Manusia mempunyai kuasa namun, kuasa itu berdasarkan dari Tuhan
yang Dia percayakan kepada manusia. Manuisa
terheran-heran ketika meliah apa yang sudah Tuhan jadikan semanya tersusun
dengan apik.
8. Makna Bagi
Pembaca Kedua
Manusia dewasa ini disadarkan bahwa manusia tidak ada
apa-apanya apabila dibandingkan dengan Tuhan. Kita boleh berangga diri mersakan
kekuatan, kehebatan dan kekuasaan. Itu semua berdasarkan dari pengasihan semata
dari Tuhan. Manusia jangan samapai lupa diri. Sebab apa yang manusia dapatkan
atau kecap itu semua ada lah pemberian Tuhan. Sekaut apapun manusia tidak dapat
menyamai penciptanya. Kita berada dalam kapasitas sebagai ciptaan. Sehingga
dari kapasitas itu kita disadarkan jangnlah kita merusak apa yang sudah Tuhan
Allah ciptakan secara sistematis, dengan mersuak ekosistem yang sudah ada.
Manusia adalah makhluk mulia sehingga manusia dipakai oleh Tuhan sebagai mitra
dari Tuhan dalam menjaga keberlangsungan alam ciptaan-Nya.
Daftar
pustaka
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Edisi Studi. Jakarta: Lembaga
Alkitab Indonesia, 2011.
LAI.
Alkitab. Jakarta: LAI, 2010
Bergant Dianne, Karris Robert J. Tafsri Alkitab Perjanjian Lama. Surabaya: Kanesius, 2007.
J. Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.
Lasor. W.S, Hubbard D.A, Bush F.W, Pengantar Perjanjian Lama II (Sastra dan
Nubuat). Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.
Yayasan komunikasi Bina Kasih, Tafsiran Alkitab Masa kini 2
(Ayub-Maleakhi). Jakarta: Yayasan Komunikasi Binah Kasih, 1994.
Bergant Dianne, Karris Robert J. Tafsri Alkitab Perjanjian Lama. Surabaya:
Kanesius, 2007.
[1] Yayasan komunikasi Bina Kasih, Tafsiran Alkitab Masa kini 2
(Ayub-Maleakhi). Jakarta: Yayasan Komunikasi Binah Kasih, 1994. Hal 67.
[2] J. Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2005. Hal 150-151
[3]
Lasor. W.S, Hubbard D.A, Bush F.W, Pengantar
Perjanjian Lama II (Sastra dan Nubuat). Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.
Hal 110-111.
[4] Lembaga Alkitab
Indonesia, Alkitab Edisi Studi.
Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2011. Hal 815-816.
[5] Dari sekian banyak literatur tahun
yang dianjurkan penulis sangat berfareasi, dimulai dengan buku Tafsiran Alkitab Masa Kini, Pengantar Kepada Perjanjian lama, Pengantar
Perjanjian Lama. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini dan Alkitab Edidi Studi.
[6] J. Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2005. Hal 150
[7] Yayasan komunikasi Bina Kasih, Tafsiran Alkitab Masa kini 2
(Ayub-Maleakhi). Jakarta: Yayasan Komunikasi Binah Kasih, 1994. Hal 68.
[8] Lasor. W.S, Hubbard
D.A, Bush F.W, Pengantar Perjanjian Lama
II (Sastra dan Nubuat). Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007. Hal 90.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar