Rabu, 12 Maret 2014

Buku Yongki karman "Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama"


Nama : Arke Steward Maindoka.
Nim: 201041047.
Mata Kuliah: Teologi Penciptaan.
Dosen: Pdt. Helen Masambe, M.Teol.
Penciptaan: Horison Sejarah Keselamatan.
Alkitab orang Kristen mendapat bingkai tema penciptaan. Kitab pertama memproklamirkan “pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” (Kej 1:1) dan kitab terakhir menyatakan penciptaan “langit yang baru dan bumi yang baru” (why 21:1). Sekalipun demikian, penciptaan kurang mendapat perhatian dalam diskusi teologi, khotbah dan pengajaran.
A.              Penciptaan dalam sejarah teologi.
Teologi penciptaan adalah kepercayaan tentang Allah sebagai Pencipta alam semesta yang kompleks namun tertata rapi, termasuk penjaga kelangsungan dunia ciptaan sampai sekarang (Ibr 1:3). Selanjutnya selama berabad-abad orang Kristen menerima penciptaan yang dicatat dalam Alkitab sebagai karya Yang Maha Kuasa dalam ruang dan waktu, sehingga dituangkan orang Kristen melalui pengakuan iman dalam ibadah, Aku percaya kepada Allah Bapa, pencipta langit dan bumi. Dengan hal itu diasumsikan dunia ciptaan sebagai buah karya Allah yang transenden.
1.   Penciptaan dan Wahyu.
Sekalipun Tuhan adalah pencipta, Alkitab tidak pernah mengidentikan Sang Pencipta dengan dunia ini. namun tidak ada dikotomi antara alam dan wahyu, dunia dan Tuhan. Justru, umat boleh bergembira karena lewat dunia ciptaan Tuhan menyingkapakan jati diri-Nya sekaligus membuat-Nya dapat dikenal. Walaupun dunia ciptaan kemudian tercemar oleh dosa, kuasa dan kebijaksanaan Tuhan sedikit banyak masih terefleksi mis: Maz 104:24, Yer 10:12. Dalam teologi konservatif tidak pernah dikatakan alam mengantar orang menuju Tuhan. Selalu dikatakan bahwa Tuhan berkenan mengwahyukan diri, kodrat dan kehendakanya dalam dunia ciptaan (Maz 19:2, Roma 1:20). Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, dunia ciptaan tidak lagi memadai sebagai jalan untuk mengenal Allah dengan baik.
2.   Pengaruh kosmogini modern.
Pemahaman tentang penciptaan mendapatkan perlawanan dari sains modern dengan tokoh-tokoh seperti Copernicus, Galileo dan Kepler. Mereka menjelasakan dunia dan asal-usulnya secara ilmiah dan ini berbedah dari yang selama ini diajarkan oleh gereja. Penjelasan sains semakin memuncak pada zaman pencerahan, di mana ilmu pengetahuan alam diagung-agungkan. Pada saat itu gereja tidak menjembatani kedua hal itu sehingga seorang ilmuwan pada hari minggu bisa mengamini dunia diciptakan oleh Tuhan sesuai dengan ajaran Alkitab. Namun, pada hari-hari yang lain kepercayaan itu dia tanggalkan dan yang dipakau adalah penjelasan dari sains. Suatu ketika teologi berinteraksi dengan sains, sehingga pada abad ke 19 Schleiermacher dan Harnack mengembangkan teologi antroposentris dengan cara eksistential. Makna teks Alkitab selalu dicari sejauh itu menolong pemahaman manusia. Akibtanya pembicaraan sebagai Tuhan Sang pencipta tidak lagi menarik dan penciptaan dilihat sebagai peristiwan yang tidak relevan lagi dengan kehidupan sekarang, yang penting keselamatan individual.
3.   Marjinalisasi ajaran penciptaan.
Penekanan yang berlebihan pada keselamatan individual ternyata berimplikasi luas bagi teologi yang dikemukakan oleh Claus Westermann. Dalam bukunya dibagian pendahuluan mengkritisi tentang hal ini, di mana kalau manusia hanya berurusan dengan Tuhan dalam konteks pengampunan atau pembenaran. Maka Tuhan tidak memperdulikan cacing yang terinjak dan penemuan bintang-bintang yang baru di galaksi Bima Sakti. Dari sini Westermann bertanya Ia Allah macam apa, yang melakuan segala sesuatu bagi keselamatan manusia? Namun sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan manusia dan situasi hidupnay? Sebuah contoh dari berteologi yang menekankan keselamatan idividual dan mengabaikan penciptaan adalah Karl Barth yang dengan caranya sendiri mempengaruhi teologi Perjanjian Lama abda ke-20. Dalam konteks melawan liberalisme, ia membuat dikotomi gereja Jerman vs sosialisme Nasional, umat Kristen Jerman vs Gereja resmi, agama wahyu vs agama alam. Teolog Jerman Deitrich Bonhoeffer, kemudian meradikalkan dikotomi ini dengan slogannya yang terkenal “kekristenan bukan agama”. Tuhan diyakini hanya menyatakan diri, kehendak dan kodrat-Nya dalam wahyu, tetapi tidak dalam kehidupan biasa seperti kelahiran, penderitaan atau kematian. Hal demikian dilakukan juga oleh Gerhard von Rad di mana, dia membedakan secara tajam antara iman Israel dan agama Kanaan, antara penciptaan dan penebusan yang terjadi dalam rangka sejarah keselamatan. Menurutnya tema peniptaan dalam Perjanjian Lama tidak berdiri sendiri, tetapi terikat dengan tema penebusan. Tema inilah yang diyakini oleh umat Isreal dalam Perjanjian Lama, baru tema penciptaan. Demikianlah dalam teologi von Rad penciptaan mendapatkan tempat yang marjinal. Disadari atau tidak teologi ini banyak dianut oleh banyak orang. Dyreness dalam teologi Perjanjian Lama-nya memang mengusulkan prioritas utama terhadap penciptaan, tetapi ia tidak menutup kemungkinan bahwa umat Israel mengalami Allah sebagai penebus lebih dahulu.
Ada tiga hal yang membuat teologi penciptaan termarjinalisasi:
·        Sejarah teologi Kristen memperlihatkan bahwa teologi penciptaan selalu inferior terhadap doktrin kristologi dan soteriologi, teologi penciptaan selalu dicurigai bahwa mempromosikan teologi alam.
·        Konsep tatanan dunia yang dulu erat terkait dengan teologi penciptaan, sekarang ini sudah mulai memudar.
·        Tema-tema kontemporer seperti perdamaian, keadilan, sosiologi, sibernetik yang pad adasarnya sangat sedikit berhubungan dengan tema penciptaan.
4.   Perkembangan teologi Perjanjian Lama.
Marjinalisasi ajaran penciptaan dalam teologi PL sebenarnya sudah berlangsung sejak abad ke-20, melalui pemahaman bahwa penciptaan bukan materi asli imam umat Israel melainkan diambil dari mite penciptaan dalam agam-agama Asyur dan Babel sekitar abad 7 SM pada zaman Manasye. Bernhard Stade dalam bukunya “Teologi Biblika dari Perjanjian Lama: Agama Israel dan Asal-mula Agama Yahudi”, buku ini membahas bahwa penciptaan di bawah judul “abda sinkretisme”. Mereka mengaminkan bahwa Tuhan sebagai penebus, baru Tuhan sebagai pencipta. Sebagai contoh kitab Kejadian ada kemiripan dengan tradisi Enuma Elis ada pendapat bahwa Alkitab merupakan pemurnian dan bentuk sederhana dari legenda Babel. Hal itu dibantah dengan kaidah yang berlaku bahwa arkeologi Timur Dekat kuno bahwa teks yang lebih sederhana menjadi pendorong munculnya teks serupa yang lebih rumit seperti legenda. Kitab Kejadian tidaklah menjiplak, namun merupakan pengalaman spiritual dalam ilham Roh Kudus sehingga kisah-kisah ini begitu unik.
            Pendukung ide von Rad yang paling berpengaruh di AS dalam Ernest G. Wright. Ia menjadi pelopr Gerakan Teologi Biblika. Dalam bukunya menyatakan teologi PL sebagai sebuah “resital” pagelaran tindakan-tindakan Allah. Dia menentang evolusi agama (abad ke-19), yang menerangkan bahwa agama Yahweh merupakan kelanjutan dari sistem dewa-dewa yang disembah dalam agama-agama Kanaan. Menurut Wright Yahweh unik, sedikitpun tidak sama dengan dewa-dewa Kanaan. Ada bantahan Frank Moore Cross terhadap Wright, dalam tulisannya Canaanite Myth and Hebrew Epic. Menurut Cross untuk memahami PL orang tidak dapat mengabaikan dokumen-dokumen Kanaan. Dalam studinya tentang nyanyian Musa dan orang Israel (Kel 15:1-18), Cross memperlihatkan bahwa keluarnya umat Israel dari Mesir sangat dekat dengan teks-teks Babel dan ’Anat dari mitologi Kanaan, termasuk dengan mitologi-mitologi yang lain.
5.   Minat baru.
Akhirnya muncul minat yang baru dalam teologi penciptaan seperti yang digambarkan Bellinger dan Brueggeman. Ada tiga hal penting yang mendorong terjadinya pergeseran ini mengikuti pergeseran paradigma dalam studi PL selama kurun waktu antara dekade to-an dan 80an:
ü  Para teologi PL melihat teologi penciptaan sebagai bagian integral dari iman umat Israel dan mereka tidak lagi menerima posisi teologis yang menepikan teologi penciptaan.
ü  Hikmat dalam PL mendapat perhatian yang baru.
ü  Penemuan bahwa tema penciptaan mendapat tema yang sentral dalam mite-mite agama kuno.
·     Bagian integral iman
Tahun 1960-an Claus Westermann seorang teolog Jerman, yang adalah kolega von Rad di Heidelberg. Menentang kategori either-or dari model von Rad yang mempertentangkan secara eksklusif iman dan agama, sebuah kategori yang pada waktu itu dianggap normatif. Westermann sebenarnya masih dalam posisi teologi yang sama dengan  von Rad, yakni memarjinalkan ajaran penciptaan dalam PL. Namun Westermann maju selangkah dari pada von Rad, di mana dia menganggap penciptaan sebagai integral yang menentukan isi iman umat Israel. itulah sebabnya sekalipun Westermann membedakan  antara karya Allah dalam sejarah keselamatan dan karya Allah dalam dunia ciptaan. Tema penciptaan dan penebusan menurut keyakinannya berasal dari tradisi teologis yang sama, hanya dua tema itu selalu  berada dalam ketegangan.
Yang menarik setelah bertahun-tahun berpendapat seperti von Rad, Rolf Rendtorff yang adalah murid von Rad, kemudian balik mengkritiknya. Menurutnya ajaran penciptaan menjadi horizon dari karya penebusan Allah, kisah penciptaan memberi konteks untuk tindakan penebusan, maka karya Tuhan dalam penciptaan sama pentingnya dengan karya keselamatan-Nya dalam sejarah. Rendtorff menambahkan bahwa ciptaan bisa bertumbuh kembang dengan baik, berkat kelanjutan dari karya Allah yang telah rampung dalam penciptaan. Brevard Childs juga sangat mempertanyakan subordinasi tema penciptaan. Ia mengusulkan untuk tidak mendekati kedua tema ini dari perspektif subordinasi, tetapi melihatnya dalam suatu interaksi kolektif.
·        Minat atas hikmat.
Kembalinya minat studi kepada teologi penciptaan didorong dengan maraknya studi tentang kepentingan hikmat dalam Perjanjian Lama seperti yang dipelopori Hans H. Schmid, dalam artikelnya Creation, Righteousness and Salvation: Creation Theology as the broad horizon of Biblical Theology dan von Rad wisdom in Israel. hikmat di sini tidak sama dengan kebijaksanaan, tetapi lebih merupakan tatanan dunia ciptaan yang menjamin kelangsungan hidup baik khususnya bagi mereka yang hidup sesuai dengan tatanan itu. Kata Ibrani   צֶדֶק atau צְדָקָה  mengandung arti kebenaran dan keselamatan yang komperhensif menurut Schmid di seluruh Timur Dekat Kuno termasuk Israel, tatanan dunia mencakup hukum-hukum moral, alam dan politik yang satu sama lain terikat.
·        Wahyu umat dalam mite-mite.
Dalam mite-mite dijelaskan tentang peristiwa-peristiwa zaman kuno yang memberi arti kepada kehidupan sekarang. Dilihat dari kaca mata modern penjelasan mite banyak yang tidak masuk akal. Namun, mite tetap bernilai sebab menunjuk pada realitas dan kebenaran. Mite-mite penciptaan biasanya dipentaskan dalam ritus agama kuno pada waktu tertentu dan paling sering pada perayaan tahun baru.contohnya di Indonesia banyak mite-mite dan kepercayaan kepada dewa-dewa tertinggi dengan sebutan yang berbeda-beda di setiap daerah tertentu.
Asal-usul kejadian dunia dan segala isinya juga ditemukan dalam mite-mite penciptaan dari penduduk-penduduk Kanaan dan bangsa-bangsa di sekitar Israel kuno. Mereka menyembah dewa-dewa yang menciptakan langit dan bumi. El dalam kepercayaan Ugrait dikenal sebagai “Bapak umat manusia”, “Pencipta segala makhluk”, “pencipta bumi”. Dewa matahari orang Mesir (Amon. Re, Aton/Atum) dan dewa-dewa lain di Mesopotamia bisa di sebut banu u irsiti “pencipta langit dan bumi”.
B.  Prioritas penciptaan.
Penciptaan bukan tanpa sengaja ditempatkan pada awal Alkitab. Harmoni dan tatanan, itulah dunia yang dijadikan Tuhan pada mulanya. Setelah manusia merusak harmonisasi itu dengan dosa maka hukuman Tuhan jatuh. Itulah sebabnya dalam peristiwa air bah, Allah membuat perjanjian dengan Nuh. Sehingga penebusan ada sebagai akibat ciptaan yang sudah jatuh ke dalam dosa. Penebusan ada karena lebih dahulu ada penciptaan. Penebusan merupakan penciptaan kembali, pengembalian karena kerusakan dosa. Teologi Reformed mengikuti aliran kerangka penciptaan-dosa-penebusan-pemulihan penciptaan. Allah tidak menjadikan dunia untuk diselamatkan, tetapi dunia diselamatkan agar kembali kepada keadaan asal sewaktu diciptakan. Hal ini jangan dilihat secara fisik, melainkan secara moral ideal. Dengan demikian karya penebusan tidak untuk dirinya sendiri, tetapi demi kebaikan-kebaikan dunia ciptaan yang telah hilang akibat kejatuhan. Penciptaan kembali dialami dalam keselamatan individual, seperti yang terdapa dalam 2 Kor 5:17. Menjadi Kristen berarti menjadi ciptaan baru. Dengan menempatkan ajaran penciptaan pada tempatnya, tidak inferior terhadap ajaran penebusan, akan muncul apresiasi yang wajar terhadap dunia ciptaannya.
C.  Makna teologis
Secara teologis, penciptaan dalam Alkitab mempunyai arti lebih dari pada Allah menciptakan sesuatu. Ada tiga makna teologis dari penciptaan:
1.   Demonstrasi kuasa Tuhan
Penciptaan langit dan bumi adalah tindakan dari yang Mahakuasa lewat firman-Nya misalnya Mzm 33: 6 dan 9. Dalam kisah penciptaan formula penciptaan “berfirmanlah Allah...lalu....jadi”. sangat sering dan tidak ada jarak antara firman Allah dan perwujudannya. Allah cukup berfirman, lalu jadilah yang dikatakan. Dalam menegaskan kuasa Tuhan atas dunia ciptaan, firman menjadi sarana pewahyuan diri Sang Pencipta. Allah berdaulat dan mengontrol dunia ciptaan, karena itu sering digambarkan sebagai raja mis Maz 93:95-99.

2.   Kemenangan atas khaos.
         Penciptaan langit dan bumi adalah bukti kemenangan Tuhan melawan kuasa-kuasa kekacauan dan kekuatan-kekuatan potensial yang membuat kekacauan. Ada kegelapan malam yang membahayakan sehingga terang harus dipisahkan dari gelap serta pemisahan-pemisahan yang lain. Bahkan kata Whboêw" ‘Whto’ yang artinya campur baur dan kosong, menandai kekosongan yang dahsyat. Israel kuno mengalami dan meyakini bahwa di dalam dunia aktif bekerja kuasa-kuasa perusak dan pengacau. Dalam keyakinan orang Israel kuasa-kuasa perusak sudah ditaklukkan. Bagi Israel keyakinan bahwa Allah sebagai Pencipta yang menopang seluruh dunia ciptaan bukan pilihan filosofi atau asumsi yang diterima begitu saja, melainkan sebuah keyakinan eksistensial yang mendasari kehidupan. Tanpa tindakan penciptaan tidak ada kehidupan seperti sekarang ini.
3. Dunia yang baik.
         Tuhan menciptakan dunia yang baik (bAj) dan diberkati. Tujuh kali Tuhan menilai dunia ciptaan sebagai baik dan klimaksnya ketika manusia di nilai dengan “sungguh amat baik”. Manusia bertanggung jawab untuk dunia apakah itu menjadi lebih baik atau lebih buruk. Pemahaman bahwa dunia ini baik, teratur, dan tidak khaos dapat menolong umat ketika dunia kehidupannya porak-poranda dan mengalami krisis iman.
D.    Creatio Ex Nihilo.
         Cukup lama terjemahan dan arti kejadian 1:1-2 terpasung untuk mendukung doktrin creatio ex nihilo yang berfokus pada kemahakuasaan Allah yang mampu menciptakan dunia dari tidak ada apa-apa.
1.   Kata kerja arb
Kata kerja yang sering dipakai mendukung  creatio ex nihilo adalah ar"äB'......... akar kata kerja arb muncul diseluruh PL sebanyak 49 kali dengan subjek selalu Allah. Akar kata kerja arb tidak begitu saja mendukung doktrin creatio ex nihilo, tatapi yang harus ditegaskan adalah unsur kebauran dari tindakan Tuhan dan hanya Yang Mahakuasa saja dapat menghasilkan kebauran itu, tindakan Allah menciptakan sangatlah unik. Berdasarkan objek arb Schmidt mendapati banyak contoh yang dapat dikatakan demikian. Tujuan dari penonjolan unsur kebauran dalam penciptaan adalah membangkitkan perasaan umat betapa kecilnya mereka dihadapan Tuhan. Bila Kejadian 1 dibaca dalam perspektif kebauran demikian, jelaslah bahwa penciptaan yang dilakukan Allah menghasilkan perubahan yang radikal dari kekosongan menjadi berisi, tertata rapi dan siap untuk dihuni oleh manusia. Keteraturan kosmos adalah karya Allah.
2.   Misteri massa khaos.
Bila bertanya “dari mana massa khaos berasal.” Dijawab bukan berasal dari Allah, berarti sebelum dunia dijadikan sudah ada massa khaos dan bersama-sama dengan Tuhan. Dualisme demikian ditolak Alkitab. Bila dijawab dalam kerangka monoteisme, mau tak mau Allah diasalkan sebagai sumber massa khaos. Sebuah pandangan yang juga asing bagi Alkitab. Penulis berpendapat, jangan-jangan ini adalah sebuah misteri penciptaan yang kita serba terbatas untuk mengetahuinya, dan sebaiknya kita tidak memaksa Kejadian 1 menjawab pertanyaan yang bukan fokus utamanya.

3.   Evaluasi Kritis.
Sebenarnya, tidak ada yang keliru dengan doktrin creatio ex nihilo, apa lagi beberapa ayat dalam PB jelas berbicara tentang itu (Rm 4:17, Ibr 11:3), yang menjadi masalah adalah ketika ayat Alkitab dipakai begitu saja untuk mendukung suatu doktrin. Konsep abstrak cratio ex nihilo ini lebih dekat kepada alam berpikir Yunani yang kemudian masuk ke dalam PB, namun asing dari cara berpikir orang Israel kuno dan bangsa-bangsa disekitarnya. Doktrin creatio ex nihilo masuk dalam teologi Kristen melalui kitab 2 Makabe yang mengartikan penciptaan dalam Kejadian 1, seperti dalam 2 Mak 7:28. Schmidt berpendapat bahwa dasar dari gagasan creatio ex nihilo diambil bukan dari arb langsung, melainkan dari telalu dilebih-lebihkanya kenyataan Tuhan sebagai penyebab segala sesuatu.
E.    Kelangsungan dunia ciptaan.
Sebenarnya penciptaan dalam Alkitab dan dalam doktrin Kristen klasik tidak hanya berbicara tentang asal mula dunia dari tidak ada sesuatu, tetapi pemeliharaan Tuhan. Tuhan terus berkarya, melalui proses-proses kehidupan yang dijadikannya. Dengan begitu kelangsungan dunia ciptaannya terus terpelihara. Manusia sampai sekarang tidak dapat dikatakan sebagai ciptaan Tuhan, bukan diciptakan dari yang tidak ada, menjadi ada. Melainkan dari kehidupan yang ditanamkan dalam benih-benih keturunan. Kekuasaan Allah terus berlangsung konsekuensi dari dunia ciptaan yang baik dan diberkati adalah keselamatan dan keadilan. Dalam konteks pemeliharaan Tuhan, Ia menempatkan manusia pada posisi mitra. Manusia diikutsertakan dalam pemeliharaan-Nya atas dunia dengan jalan meneruskan penciptaan dalam kapasitasnya ko-pencipta. Dengan akal budi dan hati nuraninya, manusia dimungkinkan untuk mengembangkan dunia ciptaan. Dalam pengantar teologi sistematika, Pannenberg membahas bahwa ajaran penciptaan seperti relevan dalam konsep kosmologi modern. Bersikap serius terhadap penciptaan tidak perlu dicurigai sebagai menganut teologi alam. Kehidupan di dunia dengan segala sesuatu yang kelihatan fana memang layak mendapat tempat istimewa dalam teologim karena biar bagaimanapun dunia ini milik Bapa.
 Literatur
Karman Yonky.,Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.

1 komentar:

  1. Mantap Bro karyanya, lanjutkan terus jangan mundur.tks sukses selalu.Gbu

    BalasHapus